Yang kedua, pihaknya menilai permohonan gugatan tidak jelas karena banyaknya kontradiksi, baik dalam posita (rumusan dalil dalam surat gugatan) maupun petita (hal yang dimintaka penggugat kepada hakim untuk dikabulkan).
Selain itu, tuduhan hanya membuat daftar TPS tanpa menjelaskan lokasi (locus), waktu (tempus) dan modus secara jelas.
“Tidak jelas juga korelasinya dengan perhitungan hasil perolehan suara pasangan calon,” jelasnya.
Pihaknya juga mengungkapkan bahwa pemohon yang mengulang-ulang laporan yang sudah diperiksa dan diputuskan oleh Bawaslu, sehingga ada kesan ingin mengadu domba antara Bawaslu dengan Mahkamah Konstitusi.
Baca Juga: Sah, Paslon BirinMu Raih Suara Terbanyak di Pilgub Kalsel 2020
Apalagi ada satu dalil yang dinilai Andi sangat aneh, mengingat pemohon meminta perolehan suaranya dinihilkan untuk Kabupaten Tapin karena diduga ada permainan.
“Itu artinya, demi berkuasa, Denny rela mengabaikan suara pendukungnya sendiri, padahal jumlah pemilih tersebut cukup banyak, yakni ribuan suara,” tegasnya.
Lebih lanjut dituturkan Andi, tebalnya permohonan Denny Indrayana di Mahkamah Konstitusi bukan mendalilkan, melainkan hanya mengetik daftar TPS semata yang dinilai bermasalah oleh yang bersangkutan.
“Dalam daftar tersebut tidak dijelaskan tentang pelanggaran apa yang terjadi sesungguhnya. Tuduhan ini seakan menyatakan bahwa penyelenggara Pilkada di TPS tersebut bersalah. Padahal tidak ada satupun kejadian pelanggaran di sana dan itu disaksikan saksi-saksi pemohon sendiri,” tambahnya.
Baca Juga: Tim Pemenangan BirinMu Hargai Keputusan KPU Kalsel