5. Melihat risiko bisnis model perusahaan.
Ancaman perusahaan mencakup segala hal internal maupun eksternal. Secara internal, terdapat ancaman dari manajemen yang kurang bertanggung jawab dan bahkan berujung pada fraud.
Sedangkan dari eksternal, kehadiran pesaing, price war, peraturan dan kebijakan pemerintah (cukai, pajak) juga tak luput untuk dapat menjadi ancaman tersendiri.
Risiko lainnya, misalnya: apakah perusahaan bisa terimbas krisis? Apakah perusahaan bisa terganggu dengan perkembangan teknologi? Bagaimana dengan pandemi?
6. Karakter bisnis perusahaan
Ada 3 jenis karakter sebuah bisnis / perusahaan, yaitu :
Defensive
Perusahaan di karakter ini menyediakan produk untuk memenuhi kebutuhan primer dan tidak mudah terpengaruh oleh kondisi perekonomian, kebal krisis. Sektor dalam karakter ini adalah barang konsumsi, rokok, utilitas, farmasi.
Cyclical
Sangat terpengaruh perubahan ekonomi, alam, cuaca. Produk yang dihasilkan bersifat substitusi. Siklusnya, naik saat economy boom dan turun ketika resesi (tidak tahan krisis). Sekto yang masuk dalam karakter ini adalah properti, agriculture, mining, oil & gas, finance, poultry
Turnaround
Memiliki story dari jelek menjadi bagus, misalnya : perubahan bisnis model, perombakan di manajemen perusahaan, perubahan trend atau situasi terkini. Alasan investasi biasa karena potensi ke depan, namun risiko ketidakpastian tinggi
Fast Growing
Pendapatan dan laba bertumbuh sangat cepat pada momen tertentu. Memiliki produk dan jasa yang sangat dibutuhkan (brand power).
Inovasi dilakukan dengan massive. Masih punya ruang yang besar untuk terus berkembang. Biasanya, perusahaan yang berkembang ini punya CAPEX (capital expenditure) besar, jarang bagi dividend, dan valuasi cenderung mahal.
Baca Juga: Di Tengah Pandemi, Transaksi Saham di Sumsel Malah Melonjak
Kinerja Keuangan
Numbers don’t lie
Setelah melakukan analisis secara kualitatif, kita bisa melakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan.
Dari analisis laporan keuangan ini kita bisa mengetahui kesehatan perusahaan dinilai dari arus kasnya, kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan, dan juga valuasi perusahaan tersebut apakah cukup murah, dengan nilai yang terdiskon, wajar, atau kemahalan untuk dibeli.
Value Growth Investing vs Cigar Butt Investing
Apa itu Cigar-Butt Investing?
Pendekatan investasi ini berfokus kepada pembelian saham perusahaan yang sahamnya tengah jeblok. Lebih sederhananya, membeli saham yang undervalued di mana dilihat juga dari price-to-book value (PBV) ratio. Benjamin Graham menyebutnya sebagai 'Value Investing'.
Strategi investasi ini cukup sukses karena, pembelian saham sebuah emiten dilakukan saat sedang sangat murah secara keseluruhan. Namun ada catatan dari Warren Buffet. Di mana strategi ini cocok untuk investor retail, karena semakin besar dana yang dikelola akan semakin sulit teknik ini berjalan.
Baca Juga: Ditengah Pandemi, BEI Sukses Gelar Kompetisi 10 Days Challenge 2020
Selain itu, menurut Jim Chanos Cigar Butt juga rawan value trap. Biasanya ciri-ciri saham yang value trap, bisa dilihat dari:
1. Predictable, consistent cash flow
2. Defensive and/or defensible business
3. Not dependent on superior management
4. Low/reasonable valuation
5. Margin of safety using many metrics
6. Reliable, transparent financial statements
Untuk Value Growth Investing, pada dasarnya saham yang dipilih sudah ‘mature’ di sektornya. Sehingga kinerja keuangannya sudah baik. Hanya saja karena kejadian tertentu, harga sahamnya jatuh dan jadi undervalued alias diskon.
Perbedaan paling mencolok dari kedua strategi ini adalah pilihan sahamnya. Strategi value growth investing saham pilihannya adalah saham bluechios. Sedangkan saham cigar butt adalah saham second liner atau bahkan lebih kecil lagi.