Growth Value Investing: Strategi Ampuh Investasi Ketika Market 'Jatuh'

1 Februari 2021 17:50 WIB
Ilustrasi saham
Ilustrasi saham ( freepik)

Sonora.IDValue growth investing merupakan strategi untuk membeli saham dengan fundamental bagus dan memiliki valuasi yang murah. Biasanya, kriteria ini bisa ditemukan pada saham-saham bluechip.

Terlebih lagi saat kejatuhan pasar seperti yang terjadi pada Maret 2020, membuat valuasi saham-saham ini menjadi murah atau di bawah nilai wajarnya.

Valuasi bisa dinilai dari perbandingan dari harga pasar dan kualitas fundamental perusahaan tersebut. Jika harga pasar dibawah perform fundamental perusahaan, maka saham tersebut bisa disebut murah atau undervalued.

Sebaliknya, jika harga pasar saham berada di atas performa fundamental saham, disebut sudah premium atau overvalued.

Baca Juga: Buy on Weakness atau BoW, Strategi Trading Saham Saat Koreksi

Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan ketika melakukan analisis bisnis perusahaan:

1. Model bisnis perusahaan

Model bisnis perusahaan bagaimana Anda benar-benar paham bagaimana perusahaan beroperasi menghasilkan penjualan dan keuntungan. Pilihlah perusahaan dengan model bisnis yang dipahami sehingga Anda tahu bagaimana perusahaan tersebut dapat menghasilkan pendapatan dan laba”.

2. Pangsa pasar

Apakah perusahaan memiliki pangsa pasar besar? Seberapa dibutuhkannya produk tersebut oleh masyarakat?

Contohnya ICBP / PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Perusahaan ini memiliki produk makanan ringan dan mi instan yang sangat digemari oleh masyarakat baik di Indonesia maupun di manca negara.

Berapa porsi market share yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan kompetitornya?
Dibandingkan dengan competitornya dalam industri mie instant, ICBP dengan produknya Indomie menguasai 71-73% pasar mie instan di Indonesia.

Selain itu, untuk produk makanan ringan / snack, ICBP menguasai 45% pasar makanan ringan di Indonesia dengan produk unggulan seperti Chitato, Qtela, Lays, Doritos, Cheetos dan Trenz.

Baca Juga: Biden Dilantik sebagai Presiden AS, Apa Dampaknya bagi Perekonomian Indonesia?

3. Competitive Advantage

Apakah perusahaan memiliki keunggulan kompetitif?

Keunggulan kompetitif menghindarkan perusahaan dari perang harga dengan kompetitornya, dan membuat pelanggan tetap memilih produk / layanan dari perusahaan tersebut meskipun kompetisi ketat.

Cek di sekeliling Anda. Apakah mereka menyebut kata “mie instant” ketika ingin makan mie instan, atau menyebut brand tertentu sebagai kata ganti “mie instant”?

Hampir pasti mereka menyebut “Indomie” daripada menyebut mie instant. Tanpa sadar, hal tersebut menjadi kekuatan bagi brand Indomie.

 Baca Juga: Tergiur Membeli Saham Trading, Pahami Mekanismenya Agar Terhindar dari Kerugian

4. Scuttlebutting

Scuttlebutting artinya: berpikir seperti customer, atau analisis customer, apa saja keunggulan dan kelemahan produk / layanannya.

Tanyakan pada sekeliling Anda, apa mie instan yang paling disuka. Hampir pasti teman-teman Anda akan menjawab Indomie. Bahkan anak-anak pun tahu, dan bisa merengek pada orang tuanya untuk makan Indomie.

Produk mie instan Indomie dan Pop Mie hingga saat artikel ini ditulis masih menang bersaing dengan kompetitornya dikarenakan bahan baku terbaik yang juga dikuasai oleh perusahaan induk, INDF, dengan citarasa yang disukai banyak orang.

5. Melihat risiko bisnis model perusahaan.

Ancaman perusahaan mencakup segala hal internal maupun eksternal. Secara internal, terdapat ancaman dari manajemen yang kurang bertanggung jawab dan bahkan berujung pada fraud.

Sedangkan dari eksternal, kehadiran pesaing, price war, peraturan dan kebijakan pemerintah (cukai, pajak) juga tak luput untuk dapat menjadi ancaman tersendiri.

Risiko lainnya, misalnya: apakah perusahaan bisa terimbas krisis? Apakah perusahaan bisa terganggu dengan perkembangan teknologi? Bagaimana dengan pandemi?

Baca Juga: BUMN Lakukan Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Direksi & Komisaris PT Pindad, Cek Formasi Barunya

6. Karakter bisnis perusahaan

Ada 3 jenis karakter sebuah bisnis / perusahaan, yaitu :

Defensive
Perusahaan di karakter ini menyediakan produk untuk memenuhi kebutuhan primer dan tidak mudah terpengaruh oleh kondisi perekonomian, kebal krisis. Sektor dalam karakter ini adalah barang konsumsi, rokok, utilitas, farmasi.

Cyclical
Sangat terpengaruh perubahan ekonomi, alam, cuaca. Produk yang dihasilkan bersifat substitusi. Siklusnya, naik saat economy boom dan turun ketika resesi (tidak tahan krisis). Sekto yang masuk dalam karakter ini adalah properti, agriculture, mining, oil & gas, finance, poultry

Turnaround
Memiliki story dari jelek menjadi bagus, misalnya : perubahan bisnis model, perombakan di manajemen perusahaan, perubahan trend atau situasi terkini. Alasan investasi biasa karena potensi ke depan, namun risiko ketidakpastian tinggi

Fast Growing
Pendapatan dan laba bertumbuh sangat cepat pada momen tertentu. Memiliki produk dan jasa yang sangat dibutuhkan (brand power).

Inovasi dilakukan dengan massive. Masih punya ruang yang besar untuk terus berkembang. Biasanya, perusahaan yang berkembang ini punya CAPEX (capital expenditure) besar, jarang bagi dividend, dan valuasi cenderung mahal.

Baca Juga: Di Tengah Pandemi, Transaksi Saham di Sumsel Malah Melonjak

Kinerja Keuangan

Numbers don’t lie
Setelah melakukan analisis secara kualitatif, kita bisa melakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan.

Dari analisis laporan keuangan ini kita bisa mengetahui kesehatan perusahaan dinilai dari arus kasnya, kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan, dan juga valuasi perusahaan tersebut apakah cukup murah, dengan nilai yang terdiskon, wajar, atau kemahalan untuk dibeli.

Value Growth Investing vs Cigar Butt Investing

Apa itu Cigar-Butt Investing?

Pendekatan investasi ini berfokus kepada pembelian saham perusahaan yang sahamnya tengah jeblok. Lebih sederhananya, membeli saham yang undervalued di mana dilihat juga dari price-to-book value (PBV) ratio. Benjamin Graham menyebutnya sebagai 'Value Investing'.

Strategi investasi ini cukup sukses karena, pembelian saham sebuah emiten dilakukan saat sedang sangat murah secara keseluruhan. Namun ada catatan dari Warren Buffet. Di mana strategi ini cocok untuk investor retail, karena semakin besar dana yang dikelola akan semakin sulit teknik ini berjalan.

Baca Juga: Ditengah Pandemi, BEI Sukses Gelar Kompetisi 10 Days Challenge 2020

Selain itu, menurut Jim Chanos Cigar Butt juga rawan value trap. Biasanya ciri-ciri saham yang value trap, bisa dilihat dari:
1. Predictable, consistent cash flow
2. Defensive and/or defensible business
3. Not dependent on superior management
4. Low/reasonable valuation
5. Margin of safety using many metrics
6. Reliable, transparent financial statements

Untuk Value Growth Investing, pada dasarnya saham yang dipilih sudah ‘mature’ di sektornya. Sehingga kinerja keuangannya sudah baik. Hanya saja karena kejadian tertentu, harga sahamnya jatuh dan jadi undervalued alias diskon.

Perbedaan paling mencolok dari kedua strategi ini adalah pilihan sahamnya. Strategi value growth investing saham pilihannya adalah saham bluechios. Sedangkan saham cigar butt adalah saham second liner atau bahkan lebih kecil lagi.

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm