Mengingat, keuntungan yang didapatkan sangat tidak sebanding dengan kerusakan yang timbul dari aktivitas tersebut, yakni risiko bencana dan rusaknya alam.
Kendati aktivitas pertambangan diakui menjadi salah satu penyebab banjir, namun kerusakan lingkungan menurut Supian juga merupakan imbas dari buruknya tata kelola sungai, bangunan dan lain-lain.
“Dengan sama-sama menjaga kelestarian lingkungan, dari hulu ke hilir, jadi semua harus berperan untuk mencegah terjadinya banjir,” tutur politikus senior Partai Golkar ini.
Baca Juga: Longsor di Tanah Bumbu, Penambang Batu Bara Masih Terperangkap
Menurutnya, sejak 2017 lalu atau tepat pada peralihan kewenangan izin pertambangan dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi, sudah ada 625 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dicabut dan tidak ada perpanjangan atau pengeluaran izin baru.
“Yang tersisa saat ini hanya sekitar 8 pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang diterbitkan oleh pemerintah pusat,” tambah Supian.
Hal yang sama juga berlaku bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak ada penerbitan izin baru.
Baca Juga: Tambang dan Sawit Disebut Bukan Penyebab Utama Banjir Parah di Kalsel