Sonora.ID - Hujan yang turun pada saat Tahun Baru Imlek biasanya diartikan oleh masyarakat Tionghoa sebagai kemakmuran.
Lalu, apakah jika hujan tidak turun berarti pertanda keburukan?
Menanggapi stigma yang telah lama berkembang di masyarakat, Ketua Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Kota Tarakan, Ayi Diyanto mengatakan hal itu hanyalah tahayul.
Menurutnya, hujan itu tergantung dari kuasa Tuhan.
Baca Juga: Dianggap Mengusir Kekayaan, Masyarakat Tionghoa Pantang Menyapu Rumah saat Imlek
Hujan atau tidak sama saja, semua tergantung niat manusia.
Terkait munculnya stigma tersebut, dia menyampaikan perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia selalu jatuh di musim hujan, sehingga menjadi stigma di masyarakat.
"Imlek ini kan menyambut musim semi sebenarnya. Itu kan tergantung alam, karena mulai Desember sampai Maret itu kan musim hujan," katanya.
Malah jika hujan, orang Tionghoa tidak bisa keluar untuk melakukan ibadah.
Malahan kalau hujan kan ndak bisa keluar ke mana-mana. Mana mungkin orang China mau doa hujan ya kan," jelasnya.
"Kalau hujan kan rugi kita ndak bisa jalan-jalan pergi bertamu, paling bagus cuaca cerah, kan kita gembira," tuturnya.
Sementara itu, terkait Tahun Baru Imlek identik dengan warna merah, dia mengatakan hal itu sudah umum setiap tahunnya.
Ayi sampaikan, makna warna merah bagi orang China melambangkan kegembiraan
"Kalau merah itu istilahnya gembira, sukses, ceria gitu," imbuhnya.
Selain itu, dia mengharapkan di Imlek tahun ini, semua umat selalu sehat dan bergembira meski harus dirayakan dengan kondisi pandemi Covid-19.