Era tahun 1960, ketika Srimulat mulai mengalami kemerosotan keuangan, Teguh menemukan penyanyi cilik Yana yang menggantikan peran Srimulat sebagai bintang panggung Gema Malam Srimulat dan mengungkapkan gagasan untuk tampil di panggung secara menetap. Maka pada Jumat 19 Mei 1961, grup ini menancapkan kakinya kali pertama di THR Surabaya.
Nama Gema Malam Srimulat pun lalu diubah lebih komersial menjadi Srimulat Review. Dimulailah perjalanan sebuah komunitas kelompok musik-komedi yang mungkin secara tidak sengaja dan berproses menjadi sebuah fenomena dan menjadi sebuah subkultur baru.
Hal utama yang dijual dalam pementasan mereka, selain materi yang lucu, adalah kekhasan para pemainnya. Itu merupakan syarat mutlak yang ditekankan oleh Teguh saat merekrut para calon anggotanya.
Baca Juga: Kabar Duka, Pelawak Omas Wati Meninggal Dunia Di Usia 54 Tahun
Sebut saja Asmuni dengan kalimat "Hil yang mustahal" dan "Tunjep poin" (maksudnya hal yang mustahil dan to the point) sudah sangat melekat padanya. Atau ketika Timbul yang akan membuat penonton tertawa tatkala ia mengucapkan "Akan tetapi" dan "Justeru". Pelawak lain seperti Mamiek Prakoso terkenal dengan kalimat "Mak bedunduk", dan "Mak jegagik" (sekonyong-konyong, tiba-tiba), serta pemain lainnya juga memiliki karakternya masing-masing.
Ciri khas dalam srimulat adalah beberapa corak, di antaranya yaitu penampilan, gaya bicara, dan kalimat-kalimat yang menjadi trade mark seorang pemain. Sehingga penonton sudah hafal satu per satu gaya mereka.
Kejayaan Srimulat mulai redup terutama ketika mulai bermunculan stasiun-stasiun televisi yang menawarkan program-program hiburan yang tak kalah menarik. Satu per satu personel Srimulat mulai berguguran.