Sonora.ID – PLN menyatakan kesiapannya untuk optimalisasi pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), menjadi bahan baku bagi keperluan sektor konstruksi dan infrastruktur, bahkan pertanian.
Menyusul dikategorikannya FABA menjadi Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang diterbitkan baru-baru ini.
“Di negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa, India dan beberapa negara lain, hal ini bukanlah sesuatu yang baru dan mereka tidak memasukan FABA ke dalam kategori limbah B3,” tutur Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR, Agung Murdifi, dalam rilis yang diterima redaksi Smart FM.
Baca Juga: PLN Suplai Listrik SPKLU Swasta untuk Ekosistem Kendaraan Listrik
Berdasarkan hasil uji laboratorium independen atas Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan Lethal Dose 50 (LD50) yang sampelnya berasal dari beberapa PLTU, FABA yang dihasilkan dinyatakan tidak mengandung unsur yang membahayakan lingkungan.
Beberapa laboratorium juga telah melakukan uji kimia dan biologi atas FABA yang dihasilkan. Antara lain Laboratorium Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Kementerian ESDM bersama Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Universitas Padjadjaran.
Beberapa pengujian toxicologi pun menunjukkan bahwa abu batu bara (FABA) yang diteliti dapat dikategorikan sebagai limbah tetapi bukan B3.
Meskipun telah menjadi limbah non B3, seluruh syarat persetujuan lingkungan dipenuhi sesuai standar dan ketentuan nasional yang mengacu pada standar prosedur internasional Best Available Techniques (BAT) dan Best Environmental Practices (BEP).
Baca Juga: Konsisten Kembangkan Energi Bersih, PLN Raih REM™️ Asia Awards 2021
PLN juga memastikan tidak akan membuang limbah-limbah tersebut tetapi akan lebih mengoptimalkan pemanfaatannya karena dapat memberikan nilai ekonomi atas limbah tersebut, terutama bagi masyarakat.
Pihaknya menurut Agung juga akan bekerja sama dengan banyak pihak, terutama UMKM untuk memanfaatkan lebih lanjut FABA yang telah dihasilkan sebagai limbah dalam proses produksi listrik.
“Kami telah melakukan berbagai uji coba dan mengembangkan agar FABA hasil pembakaran di PLTU bisa dimanfaatkan dan hasilnya sangat menggembirakan. FABA bisa dimanfaatkan untuk bahan penunjang infrastruktur seperti jalan, conblock, semen, hingga pupuk,” ungkapnya.
Baca Juga: 25 ribu Pelanggan PLN di Palembang Tunggak Bayar Listrik
Di PLTU Tanjung Jati B yang berlokasi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, limbah FABA juga berhasil menjadi berkah bagi masyarakat sekitar.
Berbekal izin dari Kementerian LHK, PLTU Tanjung Jati B menyulap FABA menjadi batako, paving dan beton pracetak yang digunakan untuk kegiatan CSR pembangunan rumah warga tidak mampu di sekitar pembangkit tersebut.
“Hasil olahan dari limbah FABA itu kami manfaatkan untuk merenovasi rumah di sekitar PLTU Tanjung Jati B,” kata Agung.
Sebagai gambaran, satu rumah bertipe 72 yang dibangun membutuhkan sekitar 1.600 batako yang menyerap 11 ton FABA untuk pembuatannya.
Baca Juga: Subsidi Listrik Kembali Diperpanjang Hingga Juni 2021
Sepanjang tahun 2020, PLTU Tanjung Jati B telah berhasil menyalurkan 115.778 buah paving dan 82.100 batako dari FABA untuk pembangunan infrastruktur. Setelah tahun lalu membukukan 15.241 paving dan 20.466 batako.
“Terbaru kami salurkan sebanyak 32.600 buah paving untuk renovasi masjid Darul Muttaqin, Desa Kaliaman, Kembang, Jepara,” imbuh Agung.
Selain itu, PLTU Asam Asam, Kalimantan Selatan memanfaatkan FABA sebagai road base (lapisan jalan) dalam pembuatan akses jalan.
Baca Juga: Dampak Pandemi, Penerimaan Pajak Penerangan Jalan PLN Sempat Turun
PLTU Suralaya memanfaatkan FABA sebagai bahan baku batako dan bahan baku di industri semen. Sementara, PLTU Ombilin memanfaatkan FABA menjadi campuran pupuk silika.
“PLN yakin momentum ini sebagai era baru pengelolaan FABA. Memberi harapan baru pada infrastruktur lebih murah dan kualitas lingkungan yang lebih baik,” pungkas Agung.