Pertama, kemampuan mengumpulkan sumber-sumber bahan bacaan.
Kedua, kemampuan memahami apa yang tersirat dari yang tersurat.
Ketiga, kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan baru, teori baru, dan kreativitas serta inovasi baru hingga memiliki kemampuan menganalisis informasi dan menulis buku.
Keempat, kemampuan menciptakan barang atau jasa yang bermutu yang bisa dipakai dalam kompetisi global.
Kepala Perpustakaan Nasional Muhamad Syarif Bando menambahkan perspektif literasi Indonesia masih sedang dikarenakan kemampuan akses informasi terkait TIK yang rendah, kurangnya ketersediaan dan akses terhadap informasi yang berkualitas, serta ketidakmampuan untuk mendapatkan informasi yang relevan.
"Maka dari itu solusinya adalah peningkatan akses informasi, penguatan infrastruktur
informasi dan penguatan konteks informasi bagi individu. Dengan begitu menghasilkan
keadilan informasi dan peningkatan literasi sehingga berdampak pada kesejahteraan," tutup Bando.
Hasil kajian tingkat kegemaran membaca masyarakat Indonesia Tahun 2020 mencapai 55,74 persen dan pada 2019 mencapai 53,84. Hal ini masuk kategori sedang. Frekuensi membaca 4 kali/pekan, durasi membaca 1 jam 36 menit/hari, jumlah 2 buku/triwulan.
Sementara untuk tahun 2022 nilai kegemaran membaca masyarakat ditargetkan mencapai 63,3 dengan indeks pembangunan literasi masyarakat 13. Maka dari itu kebijakan dan sinkronisasi pengembangan perpustakaan pusat dan daerah diperlukan guna mewujudkan pembangunan literasi dan kegemaran membaca masyarakat.