Jakarta, Sonora.Id - Seluruh insan perpustakaan di Tanah Air harus menguatkan perannya dalam mentransfer pengetahuan.
Hal itu ditegaskan Staf Ahli Bidang Pemerintahan Kementerian Dalam Negeri, Suhajar Diantoro mewakili Mendagri Tito Karnavian dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Perpustakaan 2021.
Menurut Suhajar Rakornas tahun ini mengusung tema Integrasi Penguatan Sisi Hulu dan Hilir Budaya Literasi dalam Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural" serta perumusan rencana pembangunan di bidang perpustakaan tahun 2021.
"Tema ini diangkat sebagai jawab berbagai
persoalan dan tantangan peran perpustakaan dan stakeholder masa kini," ujar Suhajar dalam keterangan pers, Senin (22/3/2021)
Berbeda dengan kegiatan Rakornas tahun lalu, mengingat pandemi virus corona belum mereda, Rakornas yang digelar pada 22-23 Maret ini dilakukan dilakukan secara virtual atau daring dengan menggunakan aplikasi Zoom yang diikuti sebanyak 10.000 peserta yang juga bisa disaksikan lewat media sosial Perpusnas.
Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Muhammad Syarif Bando menyatakan, Rakornas bertujuan menguatkan peran perpustakaan dalam transfer pengetahuan untuk meningkatkan budaya literasi sekaligus berperan dalam pemulihan ekonomi nasional.
Menurut Bando bahwa menurut teori ilmu
perpustakan yang relevan saat ini adalah transfer of knowledge.
"Konsolidasi dan koordinasi antarpemangku kepentingan di bidang perpustakaan secara
intens dilakukan dalam Rakornas, sehingga perpustakaan sebagai leading sector dalam
peningkatan literasi, inovasi, dan kreativitas bisa mewujudkan masyarakat berpengetahuan dan berkarakter,” ungkap Syarif Bando dalam keterangan yang diterima Sonora.Id.
Bando menegaskan bahwa literasi adalah kedalaman pengetahuan seseorang terhadap suatu subjek ilmu pengetahuan yang menjadi kunci utama untuk berdaya saing.
Tugas saat ini adalah memastikan sisi hulu berperan optimal dan berfungsi baik sekaligus memastikan kebutuhan
bahan bacaan bagi 270 juta penduduk terpenuhi.
Menurutnya ada 4 tingkatan literasi yakni :
Pertama, kemampuan mengumpulkan sumber-sumber bahan bacaan.
Kedua, kemampuan memahami apa yang tersirat dari yang tersurat.
Ketiga, kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan baru, teori baru, dan kreativitas serta inovasi baru hingga memiliki kemampuan menganalisis informasi dan menulis buku.
Keempat, kemampuan menciptakan barang atau jasa yang bermutu yang bisa dipakai dalam kompetisi global.
Kepala Perpustakaan Nasional Muhamad Syarif Bando menambahkan perspektif literasi Indonesia masih sedang dikarenakan kemampuan akses informasi terkait TIK yang rendah, kurangnya ketersediaan dan akses terhadap informasi yang berkualitas, serta ketidakmampuan untuk mendapatkan informasi yang relevan.
"Maka dari itu solusinya adalah peningkatan akses informasi, penguatan infrastruktur
informasi dan penguatan konteks informasi bagi individu. Dengan begitu menghasilkan
keadilan informasi dan peningkatan literasi sehingga berdampak pada kesejahteraan," tutup Bando.
Hasil kajian tingkat kegemaran membaca masyarakat Indonesia Tahun 2020 mencapai 55,74 persen dan pada 2019 mencapai 53,84. Hal ini masuk kategori sedang. Frekuensi membaca 4 kali/pekan, durasi membaca 1 jam 36 menit/hari, jumlah 2 buku/triwulan.
Sementara untuk tahun 2022 nilai kegemaran membaca masyarakat ditargetkan mencapai 63,3 dengan indeks pembangunan literasi masyarakat 13. Maka dari itu kebijakan dan sinkronisasi pengembangan perpustakaan pusat dan daerah diperlukan guna mewujudkan pembangunan literasi dan kegemaran membaca masyarakat.