Sonora.ID – Setiap tanggal 30 Maret, diperingati sebagai Hari Film Nasional (HFN). Tahun ini, adalah perayaan Hari Film Nasional yang ke-71, dan dirayakan dengan tema "100 Tahun Usmar Ismail."
Tanggal 30 Maret ini diambil dari hari pertama produksi film Darah dan Doa (Long March of Siliwangi) karya dari Bapak Perfilman Indonesia, Usmar Ismail pada tahun 1950.
Berdasarkan laman Direktoral Jenderal Kebudayaan Kemdikbud, dari semangat Usmar lah perjalanan industri film di Indonesia terus meningkat hingga saat ini.
Sejarah
Diketahui terdapat beberapa usulan terkait tanggal perayaan Hari Film Nasional.
Baca Juga: Sejarah Dibalik Hari Perempuan Internasional yang Diperingati Tiap Tanggal 8 Maret!
Pada Harian Kompas tahun 1984, dalam sidang Majelis Musyawarah Perfilman Indonesia (MMPI) diadakan di Yogyakarta dalam rangkaian FFI 84 diajukan beberapa tanggal Hari Film M+Nasional, yakni 6 Oktober dan 30 Maret.
Kendati film Loetoeng Kasaroeng (1926) merupakan film pertama yang dibuat di Indonesia, tapi pembuatnya adalah orang asing, L Heuveldorp yang berkebangsaan Belanda. Jadi film itu tidak dijadikan patokan penetapan Hari Film Nasional.
Selain itu, meskipun Indonesia telah merdeka sejak 1945, tapi perusahaan film nasional baru berdiri pada 1950. Umar Ismail dan kawan-kawan mendirikan Perusahaan Film Nasional (Perfini).
30 Maret
Ini merupakan tanggal produksi pertama film Darah dan Doa, dimana Usmar Ismail sebagai sutradaranya. Sebelumnya ia juga sempat menjadi sutradara di film Tjitra dan Harta Karun (keduanya pada tahun 1949), tapi ia menganggap Darah dan Doa adalah film pertamanya.
Ia memeroleh kebebasan sepenuhnya dalam menghasilkan film sebagai karya seni, bukan semata barang dagangan.
6 Oktober
Sedangkan tanggal 6 Oktober adalah tanggal peristiwa serah terima Nipon Eiga Sha dari pemerintah Jepang kepada Pemerintah RI.
Perwakilan dari Indonesia adalah RM Soetarto, Ketua Berita Film Indonesia (BFI).
Studio Nipon Eiga Sha pada awalnya adalah ANIF, lalu berubah menjadi Multi Film. Kemudian saat pemerintah RI pindah ke Yogyakarta, studio BFI jatuh ke tangan Belanda lagi dan kembali menjadi Multi Film.
Kemudian saat Indonesia berdaulat penuh, MUlti Film kembali ke pihak Indonesia dan dinamai Pusat Pilem Negara (PPN). Setelah itu berubah nama lagi menjadi Pusat Film Negara (PFN), lalu Pusat Produksi Film Negara (PPFN).
Baca Juga: Sejarah Panjang Sepanjang Sungai Bengawan Solo
Mengutip Harian Kompas, 5 April 1981, tanggal 30 Maret ditetapkan sebagai Hari Film Nasional dalam Konferensi kerja Dewan Film Indonesia bersama Organisasi Perfilman pada 11 Oktober 1962 di Jakarta. Berikut bunyi ketetapannya: "Menetapkan hari shooting pertama dalam pembuatan film nasional yang pertama DARAH DAN DOA (The Long March) sebagai Hari Film Nasional".
The Long March atau Darah dan Doa adalah film berwarna hitam putih produksi 1950 oleh Usmar Ismail selaku sutradara sekaligus sebagai produser (Perfini).
Film ini mengisahkan perjalanan panjang (long march) prajurit Republik Indonesia yang diperintahkan kembali ke pangkalan semula dari Yogyakarta ke Jawa Barat.
Sejak saat itu, 30 Maret dianggap sebagai Hari Film Nasional. Usmar Ismail (Perfini) dan Djamaludin Malik (Persari) diangkat sebagai Bapak Perfilman Nasional.
Adapun tujuan penetapan 30 Maret adalah sebagai Hari Film Nasional sebagai upaya meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi para insan film Indonesia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hari Film Nasional 30 Maret: Sejarah, Tema 2021, dan Ucapan Warganet"