Palembang, Sonora.ID - AJI (aliansi jurnalis independent) Palembang saat ini tengah mengkampanyekan anti kekerasan terhadap jurnalistik, buntut dari kekerasan terhadap jurnalis Tempo yaitu Nurhadi yang dilakukan oleh aparat keamanan beberapa waktu lalu di Surabaya.
Prawira Maulana Ketua AJI Palembang dalam acara The Voice of People (07/04/2021) mengatakan bahwa kampanye dilakukan sejak 5 April 2021 dengan mengenakan pita putih dilengan sebagai bentuk protes terhadap aksi–aksi kekerasan yang menimpa para jurnalis.
“AJI Bersama komunitas jurnalistik melakukan aksi pada tanggal 1 April dan sejak 5 April mengenakan pita putih dilengan serta mengajak narasumber untuk ikut mengenakannya,” ujarnya.
Baca Juga: DPRD Palembang Minta Pemkot Memastikan Status Lahan Pulau Kemaro
Ia mengatakan selama pandemi jumlah kekerasan terhadap jurnalis meningkat. Ada 84 kasus se Indonesia.
“Dari data LBH pers lebih banyak lagi yaitu 123 kasus, kekerasan terhadap pekerja media, bukan hanya jurnalis, artinya lima hari sekali ada yang mendapat kekerasan,” ujarnya.
a menambahkan kekerasan terhadap jurnalis mulai dari intimidasi, kekerasan fisik, doxing, hacking dengan membajak email, media social sang jurnalis.
“Kekerasan fisik yang tetap dominan,” pukasnya.
Ia mengatakan banyak kasus kasus kekerasan yang menimpa jurnalis dibiarkan saja oleh aparat dan tidak ditingkatkan menjadi penyidikan.
Baca Juga: PMI Kota Palembang Jadi yang Pertama di Sumsel Raih CPOB
“Pelaku kekerasan mulai dari masyarakat, aparat penegak hukum atau orang yang keberatan dengan karya jurnalistiknya,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa peraturan secara tertulis yang melindungi jurnalis sudah ada namun kriminalisasi terhadap jurnalis masih banyak terjadi.
“Aturan tertulis secara undang–undang sudah ada dan sudah cukup baik, yaitu UUD Pers no 40 tahun 1999. Negara memberi jaminan terhadap kerja – kerja PERS yang bebas. Fungsi pers sebagai control social, bersifat independent. Dalam satu pasal disebutkan pihak yang menghalangi kerja – kerja pers akan mendapat hukuman dan denda. Ada dewan Pers yang mengurusi perkara – perkara Pers, tapi nyatanya masih banyak kriminalisasi. Aturan sudah baik hanya saja penegak hukum belum punya etiket untuk menghormati undang – undang pers,” ujarnya.
Baca Juga: Sumsel Berlakukan PPKM, Begini Tanggapan Gubernur Herman Deru
"Pers bebas tapi ada kode etik, fungsinya adalah untuk melindungi masyarakat dari mal praktik yang dilakukan pers, yaitu dengan menyebarkan hoax,“ harapannya masyarakat peduli, mereka mendapatkan informasi dijamin undang – undang.
Jurnalis yang bertugas professional, bekerja untuk kepentingan public, memberi pengetahuan, control social bukan buzzer yang mengaku jurnalis,” pukasnya.