Bandung, Sonora.ID - Ketua KSPSI Jawa Barat Roy Jinto menyebut ada perusahaan berlokasi di Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung yang belum menyelesaikan Tunjangan Hari Raya (THR) tahun lalu.
Hal ini terjadi karena salah satu dampak dari kebijakan pemerintah pusat yang memperbolehkan perusahaan untuk mencicil atau menunda pembayaran THR.
"Pemerintah memberi ruang kepada pengusaha pada tahun lalu itu boleh bayar THR sampai bulan Desember 2020. Tapi, sampai sekarang malah masih ada yang belum selesai," ujarnya dalam diskusi Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB) bersama Prodi Doktor Ilmu Manajemen (DIM) Unpad: Menanti THR 2021 di Kampus Unpad, Jalan Dipatiukur Bandung, Kamis (29/4/2021).
Roy Jinto pun mempermasalahkan hal tersebut. Pasalnya, jika merujuk pada Permen No. 6/2016, tidak tertuang mengenai pembayaran THR yang diperkenankan untuk ditunda atau dicicil.
Baca Juga: Serba-serbi Soal THR PNS 2021, Ketahui Aturan Hingga Besarannya
"THR itu kan penghasilan buruh non-upah sifatnya wajib. Sekarang karena perusahaan boleh melakukan musyawarah dan perundingan sehingga THR dibayar tidak tepat waktu," tuturnya.
Ia menegaskan, pasal 2 dan pasal 5 pada Permenaker No. 6/2016 itu merupakan kunci bagi perusahaan untuk memenuhi hak karyawan memperoleh THR.
"Aturan baru ini justru melanggar aturan yang sudah ada. Buruh sangat dirugikan," ucapnya.
Lebih lanjut, Roy Jinto berpendapat bahwa kebijakan paket ekonomi yang dibuat pemerintah pusat mengarah hanya demi kepentingan pengusaha semata.
"Jangan kondisi covid-19 ini selalu dijadikan alasan. Industri garmen sudah berjalan normal setelah Idulfitri tahun lalu. Tapi, buruh kondisinya tidak diuntungan oleh pemerintah," jelasnya.
Baca Juga: Belum Ada Tanda-Tanda THR, Pemko Banjarmasin Masih Tunggu Juknis Kemenkeu
Menurut dia, masih banyak buruh yang enggan melaporkan perusahaan yang tidak membayarkan THR, salah satunya lantaran tidak memiliki serikat kerja.
"Ada perusahaan yang mencicil THR dalam bentuk barang produksi. Khawatirnya akan terjadi penumpukan THR, yang tahun lalu saja belum dibayar," terangnya.
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jawa Barat, Cucu Sutara mengatakan, hingga kini pihaknya belum menerima tembusan surat pernangguhan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) 2021. "Itu artinya masih aman," ujar Cucu
Cucu menjelaskan, pembayaran THR sudah menjadi perintah yang wajib dijalankan pemerintah. Bila tidak, pengusaha akan dikenai denda 5 persen.
Baca Juga: Gaji 13 dan THR Akan Dibayarkan, Pencairan TPP ASN Pemkot Makassar Belum Jelas
Untuk itu, pihaknya mengimbau semua pengusaha untuk membayar THR. Walaupun kondisi perusahaan di Indonesia sangat terdampak pandemi Covid-19.
"Yang sakit saat ini pengusaha. ASN tidak terkena dampak. Akademisi tidak terkena dampak. Tapi kami sangat terdampak," ungkap Cucu.
Informasi yang diperoleh dirinya dari perbankan, sebanyak 70 persen pengusaha melakukan restrukturisasi atau penangguhan pembayaran kredit.
Itu artinya, mereka kesulitan untuk membayar THR. Untuk membayar THR tersebut, banyak perusahaan yang menjual aset hingga memaksimalkan restrukturisasi.
"Kita punya program peyelamatan, pemulihan, dan penormalan. Namun kondisi sekarang, banyak aset yang dijual, karyawan di rumahkan. Jangankan pemulihan, penyelamatan pun belum berhasil," tutur dia.
Baca Juga: Ratusan pegawai Perusahaan Daerah Pasar Belum Terima THR Sejak 2020
Bahkan 700 hotel di Jabar mau dijual. Ekspor pun menurun. Begitupun dari sisi transportasi, pariwisata, mengalami minus. Jadi kalau ada yang berkata investasi meningkat, coba buktikan yang mana. Sebab ekspor bukan dari Jabar tapi Cengkareng. Karena Patimban dan BIJB belum optimal.
"Ambillah kebijakan yang tepat dari data yang benar. Karena banyak data yang berbeda. Misalnya data UMKM yang berbeda antar-dinas. Mari kita bicara sinergi sehingga persoalan bisa disolusikan," sebutnya.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat (Disnakertrans Jabar) Rachmat Taufik Garsadi memastikan perusahaan terdampak COVID-19 pun wajib membayarkan tunjangan hari raya (THR) kepada karyawannya paling telat satu hari sebelum pelaksanaan hari raya keagamaan.
Taufik mengatakan, mengacu kepada Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No 6 Tahun 2021, perusahaan yang terdampak COVID-19 harus melakukan dialog dengan bupati/walikota.
Baca Juga: Bank Indonesia Provinsi Sumsel Belum Buka Layanan Penukaran Uang
"Perusahan yang masih terdampak bisa melakukan perundingan kesepakatan, dan perusahaan bisa membuktikan terkait dampak dari pandemi ini. Tapi tetap hanya diberi waktu sampai minus satu hari sebelum hari raya, jadi kalau di aturannya itu minus tujuh hari," ucap Taufik
Ia menegaskan, tahun ini tidak ada aturan bagi perusahaan untuk mencicil THR bagi karyawannya.
Pasalnya, kondisi tahun ini berbeda dibandingkan dengan tahun lalu, yang dimana aktivitas ekonomi tahun ini sudah mulai kembali bergeliat.
Selain itu, pemerintah pun telah melakukan relaksasi terkait ekonomi, pajak, listrik bahkan di ruang perbankan.
"Tahun lalu itu, semuanya terkaget-kaget karena pandemi COVID-19 ini. Pandemi tahun lalu itu Maret, kemudian hari rayanya bulan Mei. Jadi baru dua bulan, tiga bulan, semua terkaget-kaget. Pemerintah Indonesia belum punya acuannya, mana yang terbaik untuk menanggulangi pandemi," katanya.
Baca Juga: Capaian PAD Rendah, ASN Pemkot Makassar Hanya Terima THR TPP
Ia pun mengingatkan adanya denda bagi pengusaha yang telat membayar THR, denda itu sebesar 5 persen dari nilai THR yang diberikan perusahaan kepada karyawannya.
"Dendanya itu lima persen dari nilai THR yang diberikan, misal yang diberikan itu Rp 1 miliar, maka dendanya itu lima persen harus diberikan kepada karyawan untuk kesejahteraannya," jelasnya.
Saat ini, ujar Taufik, terdapat 50 ribu lebih perusahaan yang terdaftar dalam wajib lapor kinerja perusahaan (WLKP).
"Mungkin banyak yang tidak terdaftar dengan berbagai permasalahnnya, tapi di lain pihak kita harus menjaga jangan sampai berhenti di PHK," imbuhnya.
Baca Juga: Gubernur Sumsel Herman Deru Imbau Perusahaan Tak Lupa Bayarkan THR
Di sisi lain, menurut Akademisi Universitas Padjadjaran Prof Maman Setiawan mengungkapkan pemberian THR dimaksudkan untuk mendorong produktivitas dari tenaga kerja dan juga bisa mendorong konsumsi. Diketahui kontribusi konsumsi terhadap PDB mencapai 60 persen.
Sejak beberapa tahun terakhir produktivitas tenaga kerja di Indonesia terus menunjukkan peningkatan. Sehingga, perlu diberikan reward yang sepadan bagi para pekerja tersebut atas kinerja yang diberikan.
Hanya pada 2020, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan pertumbuhan sebagai imbas pandemi. Industri manufaktur sebagai kontributor terbesar perekonomian bahkan jatuh lebih dalam dibandingkan dengan penurunan perekonomian secara keseluruhan. Hal itu menyebabkan terjadi kendala dalam pembayaran THR.
Baca Juga: Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Dukung Aturan THR Tak Dicicil
Namun demikian, seiring dengan pemulihan yang berlangsung, kinerja sejumlah sektor manufaktur pada triwulan I-2021 mulai bergeliat. Salah satu tercermin dari meningkatnya kinerja ekspor.
Berdasarkan hal tersebut beberapa sektor menurutnya tidak akan menghadapi kendala untuk menunaikan kewajiban pembayaran THR. Sektor yang memiliki pertumbuhan positif tersebut diantaranya informasi dan komunikasi, pertanian.
Baca Juga: Kadisnakertrans Jabar Sebut Tahun Ini THR Sebisa Mungkin Dibayar Penuh
"Harusnya tidak lagi menunggak, tidak ada masalah dalam pembayaran THR. Artinya mengikuti aturan yang ada," tegasnya.
Akan tetapi, Maman mengungkapkan, ada sejumlah sektor yang juga masih menghadapi tekanan. Diantaranya sektor pariwisata, pertambangan dan penggalian, serta konsumsi. Diperkirakan beberapa sektor tersebut akan mengalami sedikit hambatan dalam membayar THR.