Sonora.ID - Kerumunan besar terjadi di Pasar Tanah Abang menjelang lebaran yang tinggal 10 hari lagi. Jumlah pengunjung membludak dibanding hari-hari biasa dengan jumlah 35 ribu orang menjadi 87 ribu orang pada hari Sabtu kemarin (1/5). Angka tersebut mencapai 200% dari kapasitas pasar Tanah Abang.
Tentunya hal tersebut dikhawatirkan akan membuat kluster penularan Covid-19 yang besar. Terlebih lagi melihat fakta di lapangan yang dilaporkan banyak media nasional banyak pengunjung yang tidak mematuhi protokol kesehatan.
Walaupun ada posko satgas Covid, tetap tidak bisa menanggulangi lemahnya pelaksanaan prokes disana karena jumlah yang tidak sebanding.
Harus diakui di satu sisi hal ini menunjukan daya beli yang mulai meningkat dan konsumsi masyarakat yang mulai pulih. Para pengunjung mayoritas adalah konsumen dan bukan pedagang yang membeli stok dagangan.
Baca Juga: Capai 30-40%, Emiten-emiten Properti Rilis Kinerja Pre-sales di 1Q21
Penyebabnya adalah waktu Sabtu dan Minggu yang dimanfaatkan masyarakat membeli kebutuhan lebaran untuk persiapan mudik sebelum tanggal 6 Mei (awal larangan mudik). Namun dengan pelaksanaan prokes yang lemah tentu bisa menjadi boomerang bagi Indonesia.
Waspada Ledakan Kasus Baru Paska Libur Panjang
Pemerintah menetapkan larangan mudik tanggal 6-17 Mei. Hal ini untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 paska libur Lebaran. Kebijakan ini bisa dimaklumi karena secara historikal selalu terjadi lonjakan kasus setelah libur panjang.
Sudah 2 kali terjadi pada libur panjang 20-21 Agustus 2020 dan libur Nataru. Setelah libur panjang 20-21 Agustus 2020, angka kasus baru Covid-19 terus naik hingga puncaknya di 25 September 2020 dengan total kasus harian 4823 kasus, naik 120% dari tanggal 21 Agustus 2020 dengan 2197 kasus.
Hal yang sama terjadi di saat libur Nataru 24 Desember 2020 – 1 Januari 2021. Angka kasus baru naik hingga 14518 per hari di tanggal 30 Januari 2021, naik 80% dari tanggal 1 Januari 2021.
Lonjakan kasus setelah libur panjang biasanya akan diikuti dengan kebijakan pembatasan lanjutan. Pada tanggal 14 September 2020 ada PSBB jilid II dimana mengatur pembatasan yang lebih ketat dari PSBB transisi yang waktu itu sudah dijalankan sejak Juni.
Kemudian ada juga PPKM di bulan Januari yang membuat mobilitas menurun drastis. Pengetatan yang dilakukan kembali dan mobilitas yang menurun menekan kinerja perusahaan dan juga kinerja bursa saham Indonesia.
Baca Juga: Efisiensi Biaya, SMGR Bukukan Kenaikan Laba Kuartalan
IHSG dan Kebijakan Pengetatan
Pasar saham biasanya merespon negatif kebijakan pembatasan yang lebih ketat. Trend IHSG cenderung turun ketika ada kebijakan mengenai pembatasan yang lebih ketat seperti pada bulan September dan Januari. Hal ini karena berkaitan dengan kinerja perusahaan yang diproyeksikan akan turun karena operasional yang terbatas dan juga mobilitas serta daya beli konsumen yang bisa terdampak negatif.
Tentu saja kita tidak berharap terjadi lonjakan kasus setelah libur lebaran apalagi jika kebijakan pembatasan yang ketat kembali dijalankan karena berpotensi menjadi pemberat atau downside risk bagi laju IHSG. Pun dengan pemulihan ekonomi yang sudah berjalan akan terkena dampaknya walaupun saat ini vaksinasi sudah dilakukan.
Vaksinasi Terus Berjalan
Per 2 Mei 2021, jumlah masyarakat yang sudah di vaksin adalah 12.5 juta orang untuk dosis pertama dan 7.7 juta orang untuk dosis kedua. Vaksinasi sudah berjalan sejak 13 Januari 2021 ini diharapkan menjadi game changer untuk pemulihan ekonomi.
Sebagai antisipasi laju saham yang saat ini masih sideways dan volatil, kami referensikan menempatkan modal 80% untuk investing dan 20% untuk trading. Hal ini karena melihat respon pasar terhadap pengetatan bersifat temporer.
Sehingga akan ada kesempatan mendapatkan saham-saham dengan kinerja fundamental dan prospek baik di harga murah.
Selain itu, saat ini sudah terlihat pemulihan kinerja perusahaan yang mulai nampak di di kuartal-IV 2020 dan berlanjut di kuartal-I 2021. Saham-saham bigcaps pun saat ini memiliki valuasi yang terbilang cukup murah seperti ICBP, INDF, BBNI yang cocok untuk investasi jangka panjang.