“Ini untuk mendorong anak-anak muda serta diri saya untuk ‘Ayo, kita bisa melakukan sesuatu’,” katanya.
Dari ke-74 lukisan karya Syafruddin Nisyam ini, ia mengambil berbagai tema sosial budaya dan kemasyarakatan yang kurang lebih terjadi dalam situasi pandemi ini. Ada goresan yang menggambarkan kecantikan pemandangan Indonesia, sampai pada peristiwa pilu tenggelamnya KRI Nanggala 402 tak luput dari sapuan kuasnya.
“Begitu saya lihat di tivi, dan ada dorongan di perasaan saya, saya tuangkan dalam lukisan,” sambungnya.
Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, MPP, Wakil Ketua Komisi X DPR RI juga memberi dorongan besar untuk seni lukis dalam bingkai literasi ini. Ia menjabarkan bahwa seni memiliki nilai ekonomi, dimana industri seni dan kreatif mendukung pembangunan berkelanjutan dan membuka kesempatan kerja yang inklusif.
Baca Juga: Kepala Perpusnas : Sisi Hulu dan Hilir Wajib Dukung Penguatan Literasi
“Di seluruh dunia, sektor ini berkontribusi terhadap US$250 milyar penghasilan per tahun, serta membuka 29.5 juta pekerjaan,” katanya.
Di kontekskan dalam momen pandemi kali ini, Hetifah juga melihat seni berdampak positif kepada kesehatan mental masyarakat sehingga meningkatkan kebahagiaan. Beberapa perguruan tinggi dan organisasi telah melakukan terapi seni kepada anak-anak korban bencana di Aceh, Padang, Palu, diantaranya ITB dan UGM.
“Pengembangan terapi seni untuk anak lebih menekankan kepada melukis dan menggambar. Terapi ini cukup berhasil untuk memulihkan kembali (recovery) kondisi psikis mereka pasca Tsunami. Seni memang memiliki efek katarsis (pelepasan stress), sehingga sangat efektif dalam trauma healing,” tutup Hetifah.