Banjarbaru, Sonora.ID – Pemprov Kalsel melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas P3A) menyusun strategi penurunan angka kasus perkawinan usia anak
Berdasarkan hasil penelitian, penyebab tinggi perkawinan dini di Kalsel adalah ketidaksetaraan gender, ekonomi dan kemiskinan, globalisasi atau prilaku remaja, dan regulasi.
Masalah ini dibahas dalam Forum Grup Diskusi (FGD) Pencegahan Perkawinan Anak Provinsi Kalimantan Selatan, di kantor Setdaprov Kalsel di Banjarbaru, pada Selasa (25/05).
Baca Juga: Mulai Hari Ini, GeNose C19 Digunakan di Bandara Intl' Syamsuddin Noor
Kepala Dinas PPPA Kalsel, Husnul Khatimah di awal acara menyebut, saat ini Kalsel masuk termasuk dalam 20 provinsi di Indonesia yang tingkat perkawinan anak usia dininya masih tinggi.
Disebutkannya, secara nasional pada pada 2017 lalu, angka perkawinan anak hanya 11,54 persen, sementara di Kalsel tercatat 23,12 persen atau urutan 1 secara nasional. Selanjutnya pada 2018, Kalsel berada di urutan 4 atau 17,63 persen atau masih lebih tinggi dari nasional yang hanya 11,21 persen.
“Pada tahun 2019, Kalsel kembali urutan pertama nasional atau 21,18 persen dibanding nasional 10,82 persen. Penurunan terjadi di 2020 yaitu urutan ke enam nasional atau 16,24 dibanding nasional 10,35 persen,” bebernya.
Oleh karenanya, melalui FGD ini dapat menguatkan partisipasi upaya penurunan perkawinan anak di Kalimantan Selatan. Ia berharap mendapat dukungan dari semua pihak, termasuk orang tua, agar kasus perkawinan usia anak berkurang signifikan.
“Peran orang tua sangat penting, dalam menunda usia perkawinan anaknya,” harapnya.
Penjabat Gubernur Kalsel, Safrizal ZA dalam arahannya mengatakan, penanganan masalah ini harus dilakukan lintas instansi. Mulai dinas pendidikan, Kesehatan, Kementerian Agama, Pengadilan Agama, Dinas Kominfo, Balitbangda, BKKBN, TP PKK, dan lain-lain.
"Kalau hanya Dinas PPPA, tidak bisa, cita-cita kosong," ujarnya.
Baca Juga: Ditarget Jadi Ekowisata, 15 Hektar Lahan Kebun Raya Banua Bermasalah
Safrizal menyebut, untuk 2018 – 2020 tercatat 1.219 pernikahan anak dengan dispensasi dari kementerian agama di Kalsel.
Namun ada perbedaan dengan data pengadilan agama 1.419 dan BPS juga dimungkinkan berbeda. Hal ini indikasi banyak anak yang nikah secara resmi atau dibawah tangan.
“Melihat kondisi saat ini, kita perlu kerja keras untuk keluar dari masalah ini.” Terang Safrizal.
Safrizal meminta data ini perkawinan anak disinkronkan dan terus diupayakan dalam upaya pencegahan pernikahan tanpa melalui KUA atau resmi, karena diduga banyak dilakukan masyarakat.
"Perkawinan anak non ijin juga harus dipantau, dianalisa, baru bikin strategi apa yang bisa dilakukan," tandas Safrizal.