Sonora.ID - Kepala Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menilai, rencana pemerintah yang akan memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok atau sembako, termasuk beras akan mengancam ketahanan pangan.
Felippa mengatakan,hal itu merupakan sebuah langkah yang tidak saja akan meningkatkan harga pangan, tetapi juga akan berdampak buruk kepada perekonomian Indonesia secara umum.
"Pengenaan PPN pada sembako mengancam ketahanan pangan, terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah. Lebih dari sepertiga masyarakat Indonesia tidak mampu membeli makanan yang bernutrisi karena harga pangan yang mahal,” kata Felippa Ann Amanta dalam keterangan persnya.
Baca Juga: Panen di Tengah Kota Surabaya, Taman Surya Hasilkan 72 Kilo Padi
Pemberlakuan PPN tersebut akan diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Revisi tersebut akan mencakup penghapusan barang kebutuhan pokok (Sembako) diantaranya beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.
"Menambah PPN akan menaikkan harga dan memperparah situasi, apalagi di tengah pandemi ketika pendapatan masyarakat berkurang,” imbuh Felippa.
Lebih lanjut Felippa mengatakan, pangan berkontribusi besar pada pengeluaran rumah tangga, dan bagi masyarakat berpendapatan rendah, belanja kebutuhan pangan bisa mencapai sekitar 56 persen dari pengeluaran rumah tangga mereka.
Baca Juga: Peringati Bulan Bung Karno, Wali Kota Denpasar Serahkan Bantuan Pangan dan Sembako Kepada Veteran
Pengenaan PPN pada sembako tentu saja akan lebih memberatkan bagi golongan tersebut, terlebih lagi karena PPN yang ditarik atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), pada akhirnya akan dibebankan pengusaha kepada konsumen.
Berdasarkan Economist Intelligence Unit's Global Food Security Index, ketahanan pangan Indonesia sendiri berada di peringkat 65 dari 113 negara.
Salah satu faktor di balik rendahnya peringkat ketahanan pangan Indonesia ini adalah masalah keterjangkauan.
Baca Juga: Kembangkan Ketahanan Pangan, TP PKK Denpasar Bersinergi dengan Komunitas Subak Lungatad
Keterjangkauan pangan yang menurun dengan sendirinya akan mendorong lebih banyak lagi masyarakat berpenghasilan rendah ke bawah garis kemiskinan.
Secara lebih umum lagi kenaikan harga akan mendorong inflasi dan mengurangi daya beli masyarakat.
Dengan daya beli yang menurun, masyarakat akan mengurangi belanja. Padahal, lanjut Felippa, belanja rumah tangga, bersama konsumsi pemerintah, merupakan komponen pertumbuhan ekonomi negara yang relatif dapat didorong oleh pemerintah dalam jangka pendek untuk memulihkan perekonomian nasional di saat-saat sulit seperti sekarang ini.
Baca Juga: Pemerintah Kota Palembang Musnahkan Temuan Makanan Berformalin