Banjarnasin, Sonora.ID - Dalam penyelenggaran Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Kalsel, Bawaslu RI menemukan sejumlah catatan penting yang harus diperhatikan.
Catatan itu diberikan berdasarkan kejadian-kejadian di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Dalam jumpersnya di halaman kantor Bawaslu Kalsel Rabu (09/06), Ketua Bawaslu RI, Abhan menyampaikan, setidaknya ada empat point yang menjadi catatan saat penyelenggaraan PSU.
Pertama terkait Aksesibilitasi TPS, ia menilai masih tedapat TPS yang tidak akses bagi penyandang disabilitas.
Baca Juga: PSU Pilgub Kalsel, Ibnu Sina Mencoblos dengan Perasaan Lebih 'Plong'
"Bawaslu menemukan beberapa TPS yang didirikan dipermukaan yang tidak rata. Seperti di atas tanah berbatu dan permukiman/bidang yang miring. Padahal pada beberapa TPS itu terdapat penyandang disabilitas," ucapnya.
Kemudian terkait penggunaan hak pilih, ia mengatakan terdapat perbedaan penafsiran dan pemahaman penyelenggara pemilu.
Terutama KPPS di lapangan mengenai syarat adimistrasi dalam menggunakan hak pilih.
"Penggunaan E-KTP atau surat keterangan sebagai syarat pemilih. Pengawas pemilihan memberikan saran perbaikan kepada pemilih yang tidak membawa E-KTP untuk kembali ke rumah dan memastikan membawa dokumen teraebut untuk memilih," pungkasnya.
Baca Juga: Demi PSU Pilgub Kalsel, Sekolah di Banjarmasin Selatan Diliburkan
"Pengawas pemilihan juga memberikan saran perbaikan untuk tidak menggunakan hak pilih bagi penduduk yang tidak terdaftar di daftar pemilih," tambahnya.
Selanjutnya terkait protokol kesehatan (prokes), Abhan menemukan tedapat beberapa TPS yang tidak menerapkan prokes. Misalnya ada penumpukan pemilih di salah satu TPS.
"Terdapat beberapa TPS yang tidak menyediakan bilik khusus bagi pemilih dengan suhu tubuh 37,3 derajat celcius. Ada juga TPS yang fasilitas cuci tangan berada jauh dari pintu masuk," tukasnya.
Baca Juga: PSU Pilgub Kalsel, KPU Pastikan Tak Ada Penambahan DPT
Terakhir terkait proses pemungutan suara, Abhan menjelaskan terdapat pemilih yang memaksa mewakili keluarganya untuk memilih.
"Yang bersangkutan memegang C-6 anggota keluarganya dan meminta menggunakan hak pilihnya dengan disaksikan secara virtualnya oleh keluarganya tersebut. Terhadap hal itu, kami menyarankan agar hak pilih tidak diberikan mengingat azas langsung dalam penyelenggaraan pemilih," tutupnya.