Palembang, Sonora.ID - Prof. Yuwono, Tenaga Ahli Satgas Covid-19 Sumsel kepada Sonora (15/06/2021) mengatakan bahwa lambatnya proses vaksiniasi Covid-19 di Indonesia bukan disebabkan oleh ketiadaan dana dari pemerintah ataupun keterbatasan tenaga kesehatan, namun lebih disebabkan oleh aturan dari WHO yang mengatur jatah vaksin setiap Negara.
Berbeda dengan Amerika yang bisa memproduksi vaksin sendiri dan memprioritaskan ke penduduk mereka lebih dahulu.
“Aturan WHO yaitu Covac yang menjatah setiap Negara, sementara Amerika memproduksi sendiri Pfizer dan diprioritaskan kenegara mereka dulu. Akibatnya Amerika sudah bebas covid,” ujarnya.
Baca Juga: Sinovac dan Sinopharm Mendapatkan Izin Penggunaan Dari WHO
Ia menambahkan akibat aturan WHO tersebut Indonesia hanya mendapat jatah 7,5 juta dosis astrazeneca dan yang datang baru 500 ribu. Sementara sinovac jatahnya 100 juta dosis tapi yang datang baru 20 juta dosis.
“Ini hambatan kedepan bukan keuangan atau tenaga kesehatannya, tapi kuota dari covac WHO,” tukasnya.
Ia mengatakan sebetulnya Indonesia sudah bisa membuat vaksin sendiri namun terkendala dari ketersediaan bibit yang terbatas.
Baca Juga: Sukses dan Terkenal, Deretan Selebriti Ini Ternyata Mengidap Bipolar
Dalam kesempatan yang sama, pihaknya juga menjelaskan alternative lain adalah dengan progran vaksinasi one family one vaccinate. Artinya satu keluarga ada satu yang sudah divaksin ketimbang dalam keluarga ada 3 yang divaksin namun ada keluarga yang tidak satupun anggota keluarganya divaksin.
“Usaha lain adalah imunitas alami, dengan tidur cukup 6 jam, cukup makan, cukup gerak dan berfikir positif. Dua hal tadi yaitu vaksinasi dan imunitas alami cara membentuk imunitas yang kuat,” ujarnya.
Ia juga mengatakan membludaknya pasien yang hendak dirawat di rumah sakit atlit di Jakarta adalah karena adanya kekhawatir yang berlebihan dari masyarakat. Sejatinya yang dirawat adalah yang bergejala sedang dan berat. Namun karena masyarakat takut sehingga yang gejala ringan pun meminta untuk dirawat akibatnya kamar rumah sakit jadi penuh.
“Sebetulnya mereka cukup isolasi mandiri. Namun isolasi mandiri kita masih salah kaprah karena tanpa bimbingan dari puskesmas. Seharusnya puskesmas monitoring, mencatat apakah sudah isolasi mandiri selama 10 hari, sesuai standar WHO. Puskesmas bukan memberi obat dan merawat tapi memonitoring apakah pasien covid-19 sudah menjalani isolasi mandiri selama 10 hari dan memastikan sudah tidak bergejala. Bila sudah 10 hari menjalani isolasi dan tidak bergejala lagi maka sudah bisa dikatakan sehat,” tukasnya.
Baca Juga: WHO Akan Umumkan Laporan Asal-Usul Virus Corona pada Minggu Ini