Sonora.ID - Meski tumbuh dan besar dalam lingkungan keluarga, karakter dan kepribadian seseorang sangat dipengaruhi juga oleh faktor dari lingkungan luar atau pertemanannya.
Terlebih pada saat seseorang sudah beranjak dewasa, tinggal berpisah dengan keluarga, maka dampak dari lingkungan pertemanan akan semakin besar dalam kehidupan dan kepribadiannya.
Bahkan, banyak orang yang menganggap bahwa teman menjadi sosok yang lebih memahami kondisi dirinya dan masalah hidupnya, daripada keluarganya sendiri. Hal ini tak hanya dirasakan oleh remaja yang memang menghabiskan banyak waktu dengan teman-temannya.
Baca Juga: Pernah Alami Konflik Besar, Dea Annisa Memilih Memendam Masalahnya
Melihat hal tersebut, Licensed Master Trainer of NLP, Hingdranata Nikolay dalam program Smart NLP di Radio Smart FM menegaskan bahwa perbedaan generasi kerap kali menghalangi komunikasi di dalam keluarga.
“Kenyataan buruknya adalah kalau keluarga kita kecewa, bagi kita lebih mudah kalau teman kita kecewa. Lebih mudah menyakiti anggota keluarga sendiri, daripada nyakitin teman. Kenapa? Karena kita merasa tidak takut kehilangan anggota keluarga,” ungkapnya menegaskan.
Anak-anak muda atau remaja yang menyebutkan bahwa teman lebih mudah memahami mereka, karena mereka berlaku ‘tidak apa adanya’ kepada teman-temannya, sehinnga teman-temannya mudah untuk menerima mereka.
Baca Juga: Punya Geng yang Hobi Nyinyir? Hingdranata: Gak Perlu Dijauhi, tapi…
Hing juga menegaskan adanya pemikiran take it for granted di dalam keluarga yang membuat banyak orang berpikiran ‘mau sejelek apapun saya, keluarga pasti akan tetap menerima’.
“Karena keluarga, mau saya senyebelin apapun, masih kakak, masih adik, nanti juga dimaafin. Ini yang membuat ketakutan menyakiti anggota keluarga, bagi kita lebih fine fine saja daripada cekcok sama teman,” tegas Hing.
Jadi, pada dasarnya keluargalah yang memang akan tetap menerima dan mencoba untuk memahami seluruh aspek dalam kehidupan seseorang.
Baca Juga: Wajarkah Berbeda Pendapat dengan Keluarga? Ini Penjelasan Hingdranata
Pemahaman dan perasaan bahwa teman yang bisa memahami semuanya, karena adanya lingkungan yang lebih dekat atau tidak adanya gap generasi yang terlalu jauh, dan perasaan takut untuk kehilangan yang lebih besar.
“Kalau teman bisa hilang. Nah, bahasa Inggrisnya itu take for granted, anggap remeh,” tegas Hing.
Baca Juga: Sempat Ingin Stop Bermusik, Yuka Tamada: Kalau Bukan Karena Teman, Aku Mungkin...