Bandung, Sonora.ID - Tingginya kesadaran masyarakat akan bahaya Covid-19 menyebabkan banyak masyarakat beralih menggunakan masker bedah ataupun masker N95. Masker bedah dan masker N95 memiliki kemampuan yang lebih baik untuk menahan virus dibanding masker kain.
Hal ini disebabkan karena jenis masker ini memiliki pori yang sangat kecil, tetapi keduanya merupakan masker sekali pakai yang dapat menyumbang timbulan limbah.
Berdasarkan fenomena timbulan limbah masker tersebut, tim peneliti Loka Penelitian Teknologi Bersih (LPTB) dari LIPI berinisiasi melakukan penelitian untuk membuktikan kebermanfaatan limbah masker setelah didaur ulang.
Baca Juga: LIPI Hadirkan 'Si-Monic' untuk Pantau Pasien Covid-19
Peneliti LPTB LIPI Akbar Hanif Dawam Abdullah mengatakan, hanya limbah masker sekali pakai yang berasal dari kategori sampah rumah tangga atau sampah sejenis rumah tangga saja yang dapat diuji coba dalam proses ini.
“Karena limbah infeksius dari fasilitas pelayanan kesehatan dan rumah tangga di mana terdapat ODP memiliki cara khusus dalam penanganannya,” seperti dikutip dari rilis LIPI, Selasa (29/6/2021).
Dawam melengkapi, masker yang dimaksud adalah bekas pakai masyarakat yang tidak terpapar Covid-19. Berdasar keilmuan, Dawam menyampaikan bahwa masker sekali pakai yang banyak digunakan selama masa pandemi Covid-19 adalah berbahan plastik dan jenis yang banyak ditemui adalah jenis Polipropilen (PP).
“Jika dibuang begitu saja, masuk bak sampah kemudian sampai ke TPA maka sama saja kita membuang plastik ke TPA. Untuk itu kami menawarkan solusi recycle menjadi produk-produk yang bermanfaat seperti pot hidroponik, bak sampah, kantong sampah dan lain lain" tuturnya.
Secara teknis Dawam menyampaikan bahwa teknologi ini cukup sederhana dan bisa direplikasikan secara cepat sesuai dengan desakan kebutuhan pengelolaan limbah masker disposable saat ini.
Secara ringkas dijelaskan, proses daur ulang limbah masker berlangsung dalam beberapa tahapan yaitu sterilisasi, ekstrusi, dan pencetakan. Proses ekstrusi pada suhu 170 derajat celcius menghasilkan pellet/ bijih plastik.
Baca Juga: LIPI Gelar Vaksinasi Sebagai Bentuk Kepedulian Terhadap Negeri
“Jika sudah menjadi biji plastik maka daur ulang hasil limbah masker dapat dibentuk menjadi benda apapun, sesuai dengan yang kita inginkan,” tegasnya.
Merespon permasalahan timbulan limbah masker tersebut, Kepala LPTB LIPI Ajeng Arum Sari menyampaikan bahwa LPTB telah memiliki penelitian daur ulang limbah masker dengan metode ekstruksi sejak bulan Mei 2020.
LPTB sebagai unit kerja yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan penelitian di bidang teknologi lingkungan, terbuka bagi semua pihak yang ingin bekerja sama dalam upaya mengatasi persoalan limbah masker sekali pakai.
“Kami menawarkan solusi berupa konsep teknologi daur ulang, khusus pada masker limbah domestik (non-fasyankes). Harapan kami dengan adanya kerja sama, kita dapat berkontribusi dalam mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah masker” tuturnya.
“Jika ada pihak yang tertarik untuk melakukan pengolahan limbah masker maka kami siap membantu perumusan konsepnya hingga konsultasi teknis dengan perjanjian kerjasama,” tegas Ajeng lagi.
Lebih lanjut dirinya memperjelas bahwa LPTB melakukan alih teknologi sehingga teknologi yang dimiliki dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan saat ini telah ada organisasi swadaya masyarakat di bidang lingkungan yaitu Yayasan Upakara Persada Nusantara yang mengajukan kerja sama dengan LPTB LIPI, yang saat ini mengumpulkan limbah masker yang berasal dari Jakarta dan Bandung.
"Hanya limbah masker yang berasal dari apartemen dan perkantoran untuk menghindari limbah masker yang infeksius,” tutup Ajeng.