Banjarmasin, Sonora.ID – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD Kalimantan Selatan (Kalsel) tahun 2021 mengalami defisit sebesar Rp 200 Miliar, karena adanya pengurangan dana perimbangan dari pemerintah pusat, serta adanya penyertaan modal dan pembayaran yang dialihkan dari pusat ke daerah.
Sebelumnya diketahui, Pemprov Kalsel harus menyertakan modal ke Jamkrida Kalsel sebesar Rp 12 miliar pada tahun ini. Selain itu juga adanya perintah dari pemerintah pusat, bahwa pembayaran insentif tenaga kesehatan yang menangani Covid 19 juga diserahkan ke daerah.
Tak sampai disitu, berdasarkan surat Kementerian Keuangan (Kemenkeu), gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) juga dibayarkan oleh pemerintah daerah.
Baca Juga: Pemprov Sulsel Akan Tanggung Iuran JHT Tenaga Non ASN Lewat APBD
“Dibandingkan tahun 2020, di tahun 2021 ini terjadi koreksi yang cukup besar (terhadap dana perimbangan). Bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak untuk Kalsel alokasinya ditetapkan sebesar Rp 855 Miliar. Sementara di tahun 2021 kita hanya menerima (dana perimbangan) Rp 646 Miliar,” ungkap Kasubbid Dana Transfer Daerah pada Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kalsel, Alfiansyah saat dikonfirmasi, pada Rabu (07/07).
Menurut perkiraan Alfi, pengurangan dana transfer ke daerah ini tidak terlepas dari konsentrasi pemerintah pusat dalam menangani pandemi CoVID-19 yang memerlukan dana yang tidak sedikit.
“Mungkin itu (penanganan pandemi) faktor utamanya mas,” jelas Alfi.
Berdasarkan realisasi dalam 3 tahun terakhir ini, tren penerimaan dana perimbangan cenderung berkurang, karena berkurangnya pemasukan negara dari sektor pertambangan batu bara dan sektor-sektor lainnya.
“Pastinya itu karena penerimaan dari sektor batu bara menurun, sehingga trennya menurun dalam 3 tahun terakhir,” beber Alfi.
Mengacu pada data tersebut dan penanganan pandemi yang tak kunjung membaik, Alfi memprediksi kondisi serupa akan tetap terjadi tahun depan.
“Kemungkinan di tahun 2022 nanti dana perimbangan akan kembali turun,” tambahnya.
Menyikapi APBD Kalsel tahun 2021 yang mengalami defisit, Kepala Bidang Pendapatan Pajak Daerah Bakeuda Provinsi Kalsel, Rustamaji mengungkapkan bahwa Intensifikasi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan pajak air permukaan mau tidak mau harus dilakukan.
Sementara untuk sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) tidak dapat dimaksimalkan, karena penurunan daya beli masyarakat untuk membeli kendaraan baru.
Baca Juga: Pecahkan Permasalahan Warga, Jembatan Gerilya di Kelayan Diresmikan
Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) 0 persen, diakuinya tidak berdampak terhadap penjualan mobil baru di Kalsel yang disebabkan adanya konsentrasi masyarakat yang masih terfokus pada pemenuhan hidup sehari-hari.
“Kita hanya dapat mengandalkan PKB dan pajak air permukaan untuk menutupi defisit anggaran ini,” papar Rustamaji.
Untuk PKB, saat ini menurut Rustamaji sedang dilakukan perluasan pendataan kendaraan aktif dan yang tidak aktif. Sehingga nantinya akan dilakukan penagihan terhadap potensi PKB-nya di atas Rp 5 miliar.
Sementara untuk pajak air permukaan, kemungkinan besar akan dilakukan perubahan tarif untuk mengejar target pajak dari sektor tersebut pada tahun depan, dari Rp 6 miliar di tahun ini menjadi Rp 50 hingga Rp 100 miliar pada tahun 2022.
“Di tahun 2022 nanti diharapkan berkisar antara Rp 50 hingga Rp 100 miliar di tahun depan,” tandasnya.