Kedua, kemampuan keuangan tiap-tiap perusahaan dan individu warga negara berbeda.
Said Iqbal memperkirakan, jumlah perusahaan menengah ke atas yang mampu membayar vaksin tidak lebih dari 10% dari total jumlah perusahaan di Indonesia atau dengan kata lain hanya 20% dari total jumlah pekerja di seluruh Indonesia yang perusahaannya mampu membayar vaksin gotong rotong tersebut.
Berarti hampir 90% dari total jumlah perusahaan di seluruh Indonesia atau lebih dari 80% dari total jumlah pekerja di Indonesia, perusahaannya tidak mampu membayar vaksin gotong royong.
“Maka ujung-ujungnya akan keluar kebijakan pemerintah bahwa setiap pekerja buruh harus membayar sendiri biaya vaksi gotong royongnya. Jika ini terjadi apakah Kadin dan Apindo akan ikut bertanggungjawab? Jangan membuat kebijakan yang manis di depan tapi pahit di belakang bagi buruh Indonesia,” tegasnya.
Baca Juga: Percepat Vaksinasi Kalangan Remaja, Dinkes Palembang Jalin Kerjasama dengan RSMH
Sebagaimana diketahui, dalam keputusan yang telah diteken oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada 11 Mei 2021 dijelaskan bahwa harga vaksin gotong royong buatan Sinopharm adalah Rp 321.660 per dosis, di mana tarif pelayanan vaksinasi belum termasuk di dalam harga tersebut.
Dijelaskan, bahwa tarif pelayanan vaksinasi sebesar Rp 117.910 per dosis. Dengan demikian, jika dijumlahkan total harga sekali penyuntikan Rp 439.570 atau berkisar 800-an ribu untuk 2 kali penyuntikan.
Begitu pula dari informasi yang didapat KSPI bila benar, akan dikenakan biaya pada kisaran yang sama terhadap harga vaksin berbayar secara individu.
Menurut data BPS 2020 jumlah buruh formal sekitar 56,4 juta orang. Sedangkan buruh informal sekitar 75 juta orang.
Baca Juga: Sertifikat Vaksin Covid-19 Jadi Syarat Kenaikan Pangkat ASN Gowa
Dengan demikian...