Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Tegas Tolak Vaksinasi Covid-19 Dikomersialisasi

12 Juli 2021 13:30 WIB
( )

 

Sonora.ID - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mempermasalahkan pemberian vaksin yang dilakukan secara berbayar, baik program vaksin gotong royong maupun vaksin berbayar secara individu yang rencananya dikeluarkan oleh kimia farma,

Presiden KSPI Said Iqbal menilai, jika dilanjutkan akan menimbulkan komersialiasi yang hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu.

“ Setiap transaksi jual beli dalam proses ekonomi berpotensi menyebabkan terjadinya komersialisasi oleh produsen yang memproduksi vaksin dan pemerintah sebagai pembuat regulasi, terhadap konsumen dalam hal ini rakyat termasuk buruh yang menerima vaksin,” kata Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/7/2021).

Terkait dengan hal itu, Lanjut Said Iqbal, ada beberapa alasan yang menjadi kekhawatiran KSPI bahwa vaksin gotong royong atau vaksin berbayar akan menyebabkan komersialisasi.

Baca Juga: Wali Kota Makassar Jamin Keamanan Tim Detektor: Mereka Sudah Divaksin Covid-19

Pertama, berkaca dari program rapid tes untuk mendeteksi ada atau tidaknya seseorang terpapar virus Covid-19 (baik rapid test sereologi, antigen, dan PCR), mekanisme harga di pasaran cenderung mengikuti hukum pasar.

Awalnya pemerintah menggratiskan program rapid tes, tetapi belakangan rapid tes terjadi komersialisasi dengan harga yang memberatkan.

Misalnya, adanya kewajiban rapid tes sebelum naik pesawat dan kereta api, bertemu pejabat, bahkan ada buruh yang masuk kerja pun diharuskan rapid tes.

Baca Juga: Datang Tidak Sesuai Waktu, Peserta Vaksinasi Massal di RSMH Membludak

“ Ini yang disebut komersialiasi. Tidak menutup kemungkinan program vaksi gotong royong dan vaksin berbayar secara individu juga terjadi hal yang sama. Awalnya dibiayai perusahaan, tetapi ke depan biaya vaksin gotong royong akan dibebankan kepada buruh. Dan dengan vaksin berbayar individu berarti hak sehat untuk rakyat telah diabaikan oleh negara karena vaksinisasi tidak lagi dibiayai pemerintah ,” kata Said Iqbal.

Kedua, kemampuan keuangan tiap-tiap perusahaan dan individu warga negara berbeda.

Said Iqbal memperkirakan, jumlah perusahaan menengah ke atas yang mampu membayar vaksin tidak lebih dari 10% dari total jumlah perusahaan di Indonesia atau dengan kata lain hanya 20% dari total jumlah pekerja di seluruh Indonesia yang perusahaannya mampu  membayar vaksin gotong rotong tersebut.

Berarti hampir 90% dari total jumlah perusahaan di seluruh Indonesia atau lebih dari 80% dari total jumlah pekerja di Indonesia, perusahaannya tidak mampu membayar vaksin gotong royong.

“Maka ujung-ujungnya akan keluar kebijakan pemerintah bahwa setiap pekerja buruh harus membayar sendiri biaya vaksi gotong royongnya. Jika ini terjadi apakah Kadin dan Apindo akan ikut bertanggungjawab? Jangan membuat kebijakan yang manis di depan tapi pahit di belakang bagi buruh Indonesia,” tegasnya.

Baca Juga: Percepat Vaksinasi Kalangan Remaja, Dinkes Palembang Jalin Kerjasama dengan RSMH

Sebagaimana diketahui, dalam keputusan yang telah diteken oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada 11 Mei 2021 dijelaskan bahwa harga vaksin gotong royong buatan Sinopharm adalah Rp 321.660 per dosis, di mana tarif pelayanan vaksinasi belum termasuk di dalam harga tersebut.

Dijelaskan, bahwa tarif pelayanan vaksinasi sebesar Rp 117.910 per dosis. Dengan demikian, jika dijumlahkan total harga sekali penyuntikan Rp 439.570 atau berkisar 800-an ribu untuk 2 kali penyuntikan.

Begitu pula dari informasi yang didapat KSPI bila benar, akan dikenakan biaya pada kisaran yang sama terhadap harga vaksin berbayar secara individu.

Menurut data BPS 2020 jumlah buruh formal sekitar 56,4 juta orang. Sedangkan buruh informal sekitar 75 juta orang.

Baca Juga: Sertifikat Vaksin Covid-19 Jadi Syarat Kenaikan Pangkat ASN Gowa

Dengan demikian, total jumlah buruh di Indonesia ada sekitar 130 jutaan orang. Ditambah dengan keluarganya, maka total jumlah buruh dan keluarganya mendekati angka 200-an juta orang.

” Pertanyaannya adalah, apakah seluruh perusahaan mampu membayar 200-an juta orang (setidak-tidaknya 130-an juta buruh) untuk mengikuti vaksin gotong royong? Kalau harga vaksin gotong royong 800-an ribu dikalikan 130-an juta buruh, maka dana yang harus disediakan mencapai 104 Trilyun. Begitu pula secara individu, tidak semua warga negara mempunyai kemampuan bayar secara mandiri,” ucapnya.

Lebih lanjut Said Iqbal mengatakan, KSPI dan buruh Indonesia mendukung upaya pemerintah untuk melawan pandemi Covid-19 dengan cara melakukan vaksinisasi.

Pemberian vaksin kepada rakyat termasuk kaum buruh dan keluarganya untuk mencegah meluasnya penyebaran Pandemi Covid-19 adalah tugas negara.

Oleh karena itu, apapun bentuk dan strategi pemberian vaksin termasuk pembiayaannya kepada seluruh rakyat menjadi tanggung jawab pemerintah dan pengusaha, termasuk dimulainya program vaksin gotong royong dan vaksin berbayar secara individu.

Baca Juga: Percepat Vaksinasi Kalangan Remaja, Dinkes Palembang Jalin Kerjasama dengan RSMH

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm