"Seperti yang dikatakan tadi. Kalau kami turunkan jumlah produksi air bersih, yang teriak masyarakat juga. Sementara bila dinaikkan, luberan akan terjadi," tekannya.
Lantas bagaimana terkait penanganan limbah lumpur di sungai itu? Benarkah yang dikatakan warga tak pernah terjadi.
Terkait hal itu, Wakhid membantahnya, begitu juga dengan tudingan bahwa limbah lumpur itu mengeluarkan bau tak sedap.
"Dalam lima tahun tak ada tindakan rasanya kurang tepat. Karena di tahun ini saja di bulan Juli ada pengerukan. Nanti, di bulan Desember juga kembali dilakukan. Lumpur itu juga tidak bau. Yang membuat bau karena ada sampah-sampah di sungai," ucapnya.
Baca Juga: Dapat Restu Owner, PDAM Bandarmasih Naikkan Biaya Meter Air
"Kami juga ada dana CSR untuk kegiatan normalisasi sungai," tambahnya lagi.
Lebih jauh, Wakhid juga mengatakan bahwa pihaknya masih berharap adanya penyertaan modal. Di mana dananya bisa dipakai untuk pengadaan atau pembangunan teknologi pembersihan limbah lumpur itu.
"Teknologinya ada, cuma dananya yang tidak ada. Kalau tahun ini ada biayanya, maka kami bisa menambah lagi instalasi atau alat de counter sehingga mengurangi luberan dan terbuang ke sungai," jelasnya.
Ditanya terkait berapa dana yang diperlukan untuk pembangunan hingga pengadaan instalasi itu, kembali ke Walino, ia menyebut setidaknya dana yang dibutuhkan mencapai Rp4 miliar.
"Kami juga mengajak warga agar bersahabat dengan alam. Agar bahan baku air kian bersih," tutupnya.
Baca Juga: Personil TNI Dibekali Pelatihan Sebelum Ganti Meteran PDAM Makassar