Masa Pandemi Covid19, Sektor Pertanian Penyelamat Ekonomi Nasional

29 Juli 2021 13:55 WIB
Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qorbi dalam sebuah seminar secara virtual membahas Sektor Pertanian ditengah Wabah Pandemi Covid19
Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qorbi dalam sebuah seminar secara virtual membahas Sektor Pertanian ditengah Wabah Pandemi Covid19 ( Humas Kementan)

Jakarta, Sonora.Id - Sektor pangan dan pertanian bisa menjadi salah satu faktor yang bisa menjaga stabilitas ekonomi-sosial dan politik di masa pandemi Covid-19 ini. Sektor ini dinilai strategis karena berhubungan dengan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan ketersediaan pangan. 

Hal itu disampaikan Wakil Menteri Pertanian RI, Harvick Hasnul Qolbi, dalam diskusi virtual 'Potensi Sektor Pertanian Dalam Mencegah Krisis Ekonomi Di tengah Pandemi', Kamis (29/7). 

"Di tahun 2020 sektor pertanian sebagai penyumbang APBN terbesar di tahun 2020, sebesar 16 persen atau tumbuh 2 persen lebih (dibanding 2019). Dan di 2021 sampai dengan hari ini terus tumbuh. Kami terus berupaya untuk bagaimana meningkatkan pemasukan negara," ujar Harvick. 

Tak hanya itu, sektor pertanian juga saat ini menjadi penyelamat perekonomian karena banyaknya tenaga kerja sektor industri yang beralih ke Pertanian di masa pandemi. 

"Ada 3 juta lebih, hampir 4 juta di catatan kami di Kementerian Pertanian, ini mungkin satu berkah utamanya di masa pandemi ini. Walaupun ini dilakukan secara sporadis, tapi ini terus kita bina, kita bimbing agar mereka siap pakai dan menjadi petani profesional," ungkapnya. 

Program-program pertanian lain yang sedang dan akan terus dijalankan yaitu program-program yang berhubungan dengan peningkatan produktivitas pangan, Namun demikian diakui Harvick, kondisi pandemi memang membuat kinerja anggaran menjadi kurang optimal. 

"Per Juli penyerapan anggaran baru 20 persen, Ini memang berkaitan dengan Covid, jadi akhirnya bagaimana menstimulasi dana tersebut untuk bisa langsung diserap," tuturnya. 

Namun demikian, Harvick memastikan bahwa program-program Kementan bakal tetap di optimalkan, baik kepada petani maupun terkait dengan ketersediaan pangan kedepan, termasuk di masa pandemi. 

"Kita terus usahakan dan ini bisa dibuktikan dengan tidak langkanya kebutuhan pangan kita. Kita bisa mengurangi impor, utamanya beras. Kita sudah lakukan itu," tegasnya. . 

Sementara dalam kesempatan yang sama, Prof Emil Salim, Ekonom Senior dan Mantan Menteri di Era Orde Baru mengingatkan pemerintah terkait beberapa hal dalam sektor pertanian, yakni fokus orientasi sektor pertanian, serta kesejahteraan dari petani itu sendiri, Pemerintah diminta untuk tidak hanya fokus mengejar ketersediaan pangan (Food Security), melainkan harus mengejar kedaulatan pangan atau Food Sovereignty. 

"Orientasi harus diubah, yang kita kejar bukan Food Security, bukan jaminan pangan, tapi Food Sovereignty atau kedaulatan pangan. Kalau Food Security  apabila harga naik, jalan keluar adalah impor dan itu selalu dilakukan, padahal harga-harga dilapangan tidak menguntungkan para petani kita. Jangan melihat dari suplai demand, itu salah. Tapi yang kita utamakan adalah production capacity," ujar Prof Emil. 

Prof Emil juga mengingatkan pemerintah agar dalam menyusun kebijakan pertanian, tetap bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Ia pun menyebut situasi saat ini, dimana nilai tukar petani sangat rendah, bahkan lebih rendah dari modal yang harus dikeluarkan petani. 

"Nilai tukar petani pada tahun 2021 ini dibawah 100. Seluruh Pulau Jawa, Bali, kemudian NTT, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Timur, Maluku Utara, Aceh dan Lampung, semua menduduki posisi nilai tukar petani di bawah 100. Berarti yang diterima oleh para petani lebih kecil dari apa yang dikeluarkan petani. Harga-harga di lapangan tidak menguntungkan para petani kita," ungkapnya. 

Senada dengan Prof Emil Salim, Ekonom Senior DR Rizal Ramli mengatakan, salah satu permasalahan besar petani Indonesia adalah pupuk. Menurutnya akses terhadap pupuk murah saat ini sangat sulit, karena dalam setiap prosesnya, baik itu distribusi pupuk bersubsidi, maupun distribusi bantuan pertanian, seluruhnya sudah menggunakan pola-pola modern, menggunakan sistem kartu maupun perbankan. Sementara karakteristik petani Indonesia yang rerata sudah berumur diatas 50 tahun, tidak familiar dengan hal tersebut. 

Rizal Ramli juga menyoroti peran Koperasi Unit Desa (KUD) yang pada zaman Orde Baru dahulu sudah baik dan mampu mengakomodir kepentingan petani, namun saat ini peranannya justru semakin memudar.  

"Sistem yang sudah bagus itu kok diubah. Padahal mereka bisa beli bibit disitu, beli pupuk disitu, jual disitu, pinjam modal juga disitu, kalau sekarang semua serba kartu, mau jual harus ke kota dan lainnya. Maka itu karena gak mau ribet, petani akhirnya membeli pupuk non subsidi yang lebih mahal. Hasilnya, biaya produksi mahal, padahal harga jual gabah nya rendah," tuturnya. 

Hal lainnya yaitu terkait program Food Estate. Menurutnya, seperti yang disampaikan Prof Emil Salim, bahwa program food estate itu seharusnya melibatkan petani sebanyak-banyaknya. 

"Memang kita harus buka lahan pertanian baru 2 juta hektar, tapi ini harus dilakukan petani-nya sendiri. Dicari juga lahan yang resikonya kecil, seperti di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, karena mataharinya banyak, tanahnya gak berbukit-bukit, air juga banyak, Tidak perlu Food Estate, yang penting petaninya terlibat," pungkasnya.

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm