Menurut Survei, Pandemi Membuat Rasa Kesepian Orang Indonesia Meningkat

19 Agustus 2021 13:05 WIB
Ilustrasi kesepian
Ilustrasi kesepian ( )

Sonora.ID - Banyak orang sering menyepelekan rasa kesepian. Namun, rasa kesepian sebaiknya tak diabaikan, karena kesepian dapat mempengaruhi keadaan fisik dan mental seseorang.

Berdasarkan hasil survei terkait kesehatan mental masyarakat Indonesia yang dilakukan oleh Into The Light dan Change.org pada Mei hingga Juni. Didapatkan kesimpulan bahwa, sekitar 98 persen partisipan merasa kesepian.

Into The Light sendiri adalah sebuah komunitas yang punya misi utama untuk mencegah bunuh diri remaja di Indonesia.  

Survei dilakukan dengan alasan, Indonesia dianggap belum ada hasil evaluasi yang cukup komprehensif atas informasi dan layanan kesehatanan mental serta literasi kesehatan mental yang belum memadai.

Survei menemukan, kesepian ditemukan merata di seluruh anggota kelompok umur, area domisili, suku, riwayat pendidikan, pekerjaan, agama, jenis kelamin, ketertarikan seksual, status HIV dan disabilitas (95-100 persen anggota setiap kelompok merasa kesepian).

Dari jumlah tersebut, sekitar 40 persennya memiliki pemikiran melukai diri sendiri maupun berpikir untuk bunuh diri.  

Sayangnya, berdasarkan hasil survei tersebut, stigma atau pandangan negatif terhadap bunuh diri masih sangat kuat. Hal ini tercermin dari tidak ada partisipan yang menjawab seluruh pertanyaan tentang fakta dan mitos bunuh diri dengan benar.

Survei juga mengungkapkan, lebih banyak partisipan yang meyakini anggota keluarga dan teman dekat berjenis kelamin sama adalah sosok yang lebih membantu mereka dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa dibandingkan dengan tenaga kesehatan jiwa profesional.

Baca Juga: Berikut Ini 6 Tips untuk Mengatasi Kesepian Saat Pandemi Covid-19

Hal ini juga selaras dengan hasil survei yang menemukan bahwa hampir 70 persen dari total partisipan mengaku tidak pernah mengakses layanan kesehatan mental dalam tiga tahun terakhir.

Biaya layanan kesehatan mental yang dinilai tidak terjangkau menjadi alasan yang dominan.

Bagi orang-orang yang mengalami kesepian, Andrian Liem, peneliti pascadoktoral University of Macau sekaligus mitra Into The Light, menyarankan untuk tidak menyembunyikannya dan berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan jiwa.

"Merasa kesepian, kehilangan dan tidak baik-baik saja adalah hal yang wajar, apalagi saat berada di masa sulit seperti sekarang ini, sehingga hal itu tidak perlu di sembunyikan. Lebih baik segera akses layanan kesehatan jiwa lewat aplikasi daring atau BPJS Kesehatan di pelayanan kesehatan di sekitarmu ketika kamu merasa tidak baik-baik saja. Jika tidak yakin apakah Puskesmas terdekat dari tempat tinggal kamu menyediakan layanan kesehatan jiwa, datangi langsung dan tanyakan,” ungkap Andrian Liem.

Mirisnya, tujuh dari 10 partisipan survei tidak tahu bahwa biaya konsultasi untuk kesehatan jiwa bagi pemilik kartu BPJS dapat ditanggung dengan gratis.

Psikiatri yang aktif melayani pasien di Siloam Hospitals Bogor, Dr. Jiemi Ardian, Sp.KJ, mengatakan, di masa pandemi jumlah kunjungan poliklinik kesehatan jiwa meningkat, parahnya, sebagian besar dari mereka sudah memiliki keluhan berat.

Baca Juga: Tak Hanya Kesehatan Fisik, Psikiater: Kesehatan Mental dan Sosial juga Harus Dijaga Selama Pandemi

Jiemi menduga, hal itu disebabkan banyak orang terbiasa menunggu gejala yang benar-benar berat baru mencari pertolongan kepada profesional kesehatan jiwa.

"Hal ini karena permasalahan kesehatan jiwa cenderung diabaikan, karena masih dianggap tidak seserius permasalahan kesehatan fisik.” ucapnya.

Oleh karena itu, Jiemi menggarisbawahi pentingnya agar pemerintah dan instansi terkait bisa bekerjasama dengan komunitas-komunitas terdekat untuk menjangkau target masyarakat yang lebih tepat untuk menangani masalah ini. Hal itu dibutuhkan demi memperkecil hambatan untuk mendapat layanan kesehatan jiwa.

Adapun survei kesehatan mental tersebut diikuti secara daring oleh 5.211 responden yang mayoritas berdomisili di 6 provinsi di Pulau Jawa. Latar belakang peserta survei beragam secara demografi, misalnya jenis kelamin, kelompok usia, kondisi disabilitas, ketertarikan seksual dan status HIV.

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm