Sonora.ID - Dengan berkembangnya teknologi, sebuah negara wajib meningkatkan keamanannya dalam bertransformasi ke dunia digital.
Terkait hal itu, Presiden RI Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 28 Tahun 2021 tentang Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Penerbitan Perpres tersebut didasari oleh perlu dilakukannya penataan organisasi BSSN dalam rangka mewujudkan keamanan, perlindungan, dan kedaulatan siber nasional serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Perpres tersebut diterbitkan untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi di bidang keamanan siber dan sandi dalam organisasi BSSN sehingga dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) kini telah memiliki National Security Operation Center sebagai pemonitoran keamanan siber nasional, mengelola layanan sertifikat elektronik yang pemanfaatannya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat luas, serta pembangunan jaringan Computer Security Incident Response Team (CSIRT) dalam penanggulangan insiden yang lebih efektif dan efisien.
Baca Juga: Pemerintah Resmi Ambil Alih 49 Aset Tanah Terkait Kasus BLBI
Dalam rangka mengenal peran persandian dan memupuk semangat bagi insan siber dan sandi, BSSN menyelenggarakan grand launching buku berjudul "Offline to Online, 75 Tahun Siber dan Sandi Mengabdi".
Buku tersebut diluncurkan pada acara Ngopi Kompas TV, 28 Agustus 2021 bersama Kepala BSSN, Hinsa Siburian, Penulis Buku "Offline to Online 75 Tahun Siber dan Sandi Mengabdi", Marthen Luther Djari, serta pengamat intelijen, Ridwan Habib.
Peran Persandian dalam Mempertahankan Kemerdekaan
Pada tanggal 4 April 1946, Mr. Amir Sjarifuddin (Menteri Pertahanan), memerintahkan dr. Roebiono Kertopati, seorang dokter kepresidenan di Kementerian Pertahanan Bagian B (bagian intelijen) untukmembentuk badan pemberitaaan rahasia yang disebut dengan Dinas Code.
Tak lama setelah menerima perintah, dr.Roebiono yang kala itu berpangkat letnan kolonel segera bergerak. dr.Roebiono membentuk kamar sandi yang kelak di kemudian hari menjadi embrio berdirinya Lembaga Sandi Negara yang kini berubah nama menjadi Badan Siber dan Sandi Negara.
Saat itu, operasional Dinas Code menggunakan sistem yang dikenal dengan “Buku Code C” yang merupakan karya dr. Roebiono yang memuat 10.000 sandi berupakode rahasia seperti kata, tanda baca, awalan dan akhiran, hingga penamaan dan lainnya. Ia membuat enkripsi tersebut menggunakan sistem kode angka secara mandiri.
Baca Juga: Percepat Digitalisasi Ekonomi dengan Akselerasi Keuangan untuk Mendukung Stabilisasi Harga
Panduan inilah yang kemudian digunakan sebagai komunikasi pemberitaan rahasia antara Pemerintah RI di Yogyakarta dengan para pimpinan nasional di Jawa Barat (Tasikmalaya, Garut, Karawang, Banten dan Cirebon), Jawa Timur (Jember, Jombang, Kediri dan Mojokerto), Jawa Tengah (Solo, Purwokerto, Tegal) dan Sumatera (Pematang Siantar dan Bukit Tinggi) dan Jakarta.
Pada 21 Juli 1947 Belanda melakukan Agresi Belanda I yang menimbulkan banyak pengorbanan, baik fisik maupun non fisik, termasuk terganggunya hubungan dengan luar negeri.
Untuk menjaga agar hubungan RI dengan luar negeri tidak terputus, maka diutus Duta Besar pertama kali untuk India beserta staf Dinas Code untuk menangani pengamanan berita rahasia.
Kemudian pada 15 Agustus 1947 untuk kali pertama diterima berita dari Perwakilan RI di New Delhi dan sejak itulah hubungan komunikasi berita rahasia antara Perwakilan RI di New Delhi dan Pemerintah RI di Yogyakarta berjalan dengan baik melalui PTT dan RRI yang kemudian meluas dengan Perwakilan RI di Singapura, London, Cairo, dan PBB (Lake Success). (*adv)