Sonora.ID - Direktur Bisnis dan Pemasaran SMESCO Indonesia, Wientor Rah Mada mengatakan kontribusi UMKM dalam ekspor Indonesia baru 14%.
Ia menjelaskan dari total populasi usaha di Indonesia, 99% usaha merupakan Usaha Mikro Kecil Menengah atau UMKM dan 1% sisanya adalah industri besar. Namun sayangnya, ekspor dari UMKM hanya 14%. Hal ini berarti 86 persen ekspor masih dikuasai oleh industri besar.
“dari 99% populasi usaha UMKM ini yang ada di Indonesia Ekspor kita dari UKM itu hanya 14% jadi 86% Ekspor kita itu dikuasai oleh industri besar yang cuman 1%,” kata Wientor dalam webinar Pertamina dan Radio Sonora dengan tema UMKM Go Online dan Go digital menuju UMKM Kuat, Bangsa Berdaulat, Sabtu (28/08/2021).
Baca Juga: Sandiaga Uno Sebut Digitalisasi Merupakan Jalan Keluar UMKM dari Keterpurukan
Jika dibandingkan dengan negara lain seperti China, Korea Selatan, Jepang dan Thailand, Indonesia dapat dikatakan masih tertinggal dalam hal pengembangan UMKM berorientasi ekspor. China misalnya, 70 persen dari total UMKM telah berorientasi ekspor. Demikian juga dengan Jepang dengan Jepang 54 persen, Korea Selatan 31 persen, Thailand 29 persen, dan Malaysia 20 persen.
Oleh karena itu, saat ini smesco tengah mendorong peningkatan ekspor dari UMKM. Salah satu yang tengah diusahakan adalah mendorong peningkatan ekspor agar dapat cross border. Wientor menyebutkan Smesco memiliki program banjir ekspor ke Malaysia dan Singapura yang direncanakan akan dilaksanakan tahun depan.
Berdasarkan data yang dimiliki smesco, produk makanan Indonesia merupakan produk yang paling banyak diminati. Untuk itu, dalam program banjir ekspor Malaysia Singapura, Smesco akan mengekspor produk-produk makanan Indonesia.
“Termasuk bagaimana caranya meningkatkan ekspor ini bisa cross-border, barang bisa masuk (produk dari luar negeri) ke kita dengan mudah, seharusnya kan kita bisa melempar barang keluar juga dengan sangat mudah. Tahun depan kami kami mempunyai program banjir ekspor ke Malaysia dan Singapura yang akan kita ekspor adalah makanan-makanan Indonesia,” lanjut Wientor.
Wientor menjelaskan, memang masih terdapat beberapa persoalan di sektor UMKM, khususnya usaha mikro, dimana mayoritas merupakan sektor informal dan tidak menetap. Kemudian, mayoritas produk dari usaha mikro hanya mengikuti tren generic yang dapat berubah dengan cepat.
Selain itu, para pelaku usaha mikro masih belum memiliki literasi usaha yang baik, serta belum terhubung dengan perbankan, digital ataupun akses lainnya.
Baca Juga: Menteri Erick: Ada Tiga Fokus Utama BUMN Dalam Mendukung UMKM
“Tapi memang yang agak bermasalah dengan usaha yang mikro. Usaha mikro ini yang setiap saat bisa berganti karena ini bagian dari ekonomi subsistensi. Kemudian kebanyakan itu sektornya informal jadi tidak terdata,” sebut Wientor.