Hal itu sejalan dengan program yang sedang dijalankan oleh Perpusnas hingga saat ini, yaitu Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial.
“Sekarang biasa orang-orang figur-figur tertentu kalau mau siaran di Radio Sonora, di televisi mesti ada simbol-simbol rak buku di belakangnya, untuk menunjukkan dia adalah eklusif, perkara dia sudah baca buku itu atau tidak itu lain. Sehingga kita ubah ini mas, jadi itu porsinya itu tinggal 10% dan 90% adalah transfer knowledge ke masyarakat,” ujar Syarif, Selasa (31/08/2021).
Syarif pun menjelaskan pemahaman literasi dari sudut pandang yang ia miliki, yang tentu masyarakat pun disarankan untuk mengetahuinya.
Baca Juga: Perpusnas: Membangun Sejarah dan Memupuk Nasionalisme Dengan Membaca
1. Pertama, literasi sebagai kemampuan membaca, menulis, menghitung, dan membangun karakter.
2. Kedua, literasi sebagai kemampuan terhadap akses stabilitas bahan bacaan yang tersedia, terbaru, terpercaya, terlengkap, dan terkini.
3. Ketiga, literasi sebagai kemampuan memahami makna tersirat dan tersurat.
4. Ke-empat, literasi sebagai kemampuan untuk berinovasi.
Namun dengan adanya empat literasi tersebut, Syarif menilai tidak ada satupun yang memberikan sumbangsih kepada negara dalam skala besar, oleh sebab itu menurutnya, literasi kelima sangat diperlukan, yaitu; literasi menciptakan barang dan jasa yang bermutu, yang dapat digunakan dalam kompetisi global.
Baca Juga: Reformasi Birokrasi Perpusnas Demi Layanan Prima