Makassar, Sonora.ID - Sebuah kerangka manusia purba yang ditemukan di situs pra sejarah Leang Paningnge, Kecamatan Mallawa, Kabupaten Maros kini tengah menjadi perbincangan dunia.
Hal itu setelah Tim Peneliti Internasional menemukan DNA Denisovan pada kerangka manusia purba tersebut.
Adalah Prof Akin Duli, arkeolog Universitas Hasanuddin (Unhas) yang pertama kali menemukan kerangka itu. Lewat daring, Prof Akin Duli membagi kisah penemuan besarnya kepada publik.
Baca Juga: Banyak Peninggalan Purbakala, Warga Karangjati Semarang Persiapkan Bangun Taman Arkeologi
Sebelumnya, penelitian terkait penemuan kerangka manusia purba itu mendapat atensi global setelah diterbitkan dalam jurnal akademik paling prestisius, Nature, edisi 25 Agustus 2021.
Prof Akin Duli dan sejumlah peneliti Unhas, termasuk Prof. Dwia Aries Tina Pulubuhu, tercatat diantara 28 orang penulis artikel Nature berjudul: Genome of middle Holocene hunter-gatherer from Wallacea.
Prof Akin bercerita, kerangka tersebut ia temukan pada 2015 lalu saat dirinya dan tim peneliti dari Departemen Arkeologi Unhas melakukan penggalian di situs prasejarah Mallawa.
Baca Juga: Dibalik Pakaian Adat Suku Baduy yang Dipilih Presiden Jokowi saat Bacakan Pidato Kenegaraan
Sadar temuannya bernilai sejarah, ia dan rekannya sesama peneliti Unhas lalu mengkaji tengkorak itu. Sayangnya penelitian tidak berjalan maksimal lantaran terbatasnya akses teknologi serta biaya.
"Selama dua tahun kami hanya menemukan sedikit informasi arkeologis,” kata Prof. Akin Duli di Makassar, belum lama ini.
Kala itu, kata Prof Akin, pemahaman mengenai kerangka tersebut hanya terbatas pada jenis kelamin.
Timnya berhasil mengidentifikasi kerangka itu adalah perempuan berusia antara 17 atau 18 tahun yang hidup 7000 tahun lalu. Ini berdasarkan analisis kerangka tengkorak, khususnya pada bagian gigi belakang.
Baca Juga: Ingin Melihat Hewan Purba Secara Langsung, Yuk Main Ke Mojosemi Dinosaurus Park
Baru pada 2017, Prof Akin bersama timnya melibatkan peneliti-peneliti internasional dari Griffith University, Australia. Benar saja, semakin banyak hal menarik ia peroleh terkait asal usul tengkorak perempuan purba yang kemudian dijuluki 'Besse'.
Keterlibatan peneliti Australia lalu memunculkan ide untuk melakukan analisa DNA terhadap kerangka tersebut.
Dalam proses ini, terlibat pula Max Planck Institute Jerman, yang terkenal memiliki teknologi terbaik dalam hal analisis DNA. Alhasil, ia memperoleh fakta mengejutkan sekaligus luar biasa mengenai kerangka Besse.
Baca Juga: Punya Batuan Purba dan Unik, Empat Geosite di Meratus Fokus Dibenahi
Kerangka tersebut ternyata mengandung DNA berbeda dengan DNA manusia purba yang selama ini dipahami sebagai asal usul manusia di wilayah Indonesia.
"Ilmu pengetahuan menyebut manusia Indonesia berasal dua asal-usul, yaitu Afrika dan Taiwan. Temuan DNA Denivason ini membuktikan bahwa ada asal-usul ketiga. Ini yang menjadi agenda penelitian selanjutnya,” terang Prof Akin Duli.
Salah seorang anggota peneliti, Iwan Sumantri, menjelaskan bahwa penemuan kerangka manusia purba ini memiliki makna yang luar biasa bagi ilmu pengetahuan. Termasuk, bagian dari upaya menjelaskan jati diri bangsa Indonesia.
Temuan kerangka 'Besse', kata Iwan, menunjukkan bahwa keragaman bangsa Indonesia sangat kompleks.
Baca Juga: Perpusnas: Membangun Sejarah dan Memupuk Nasionalisme Dengan Membaca
"Bahkan, dalam perspektif yang berbeda, saya menyebutkan bahwa penemuan ini menunjukkan tidak ada yang bisa mengklaim sebagai pemilik atau penduduk asli Indonesia. Kita ini bangsa yang secara alamiah memiliki asal-usul yang kompleks,” ucap Iwan.
Untuk itu, dirinya mengapresiasi ketajaman insting Prof Akun Duli sebagai peneliti dan arkeolog. Menurutnya, pilihan untuk melakukan penggalian pada situs ditemukannya kerangka 'Besse' adalah keputusan yang memadukan ilmu, pengalaman, serta naluri peneliti.
Baca Juga: 5 Fakta Menarik tentang Sejarah Bendera Merah Putih, Pernah Disobek!
“Itulah sebabnya, menurut saya Prof. Akin Duli ini selalu saya sebut sebagai ‘Bapaknya Besse’, karena temuan ini layak disematkan kepada beliau,” kata Iwan sambil berkelakar.
Iwan menuturkan, artikel ilmiah terkait penelitian ini masih menyisakan ruang untuk penelitian lanjutan yang kaya akan keingintahuan.
Hal ini menunjukkan kekayaan kawasan Wallacea, lokasi tempat Leang Paningnge, berada.
Iwan Sumantri mengusulkan agar Unhas membentuk Center for Wallacea Studies untuk mengkaji secara kontinyu dan sistematis kekayaan peninggalan pra sejarah di wilayah Maros, Pangkep dan kawasan sekitarnya.
Tak hanya itu, ia juga mendesak Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Maros agar Leang Paningnge, lokasi penemuan kerangka 'Besse' segera dijadikan situs cagar budaya berskala nasional.
Baca Juga: Berkunjung ke Museum-Museum Unik di Kota Semarang? Siapa Takut