Jakarta, Sonora.Id - Jalur sutera yang terbentang ribuan kilometer menghubungkan wilayah timur dan barat merupakan jalur utama yang digunakan untuk perdagangan selama ratusan tahun. Di jalur itu pula terjadi interaksi budaya, agama, pertukaran pengetahuan, teknologi antara Asia dan Eropa.
Selain jalur darat yang selama ini dikenal sebagai jalur perdagangan kuno, ada pula jalur sutera maritim yang menghubungkan Tiongkok, Asia Tenggara, India, Afrika, semenanjung Arab, hingga Eropa. Indonesia yang menghasilkan rempah-rempah pada masa itu dan terletak di kawasan Asia Tenggara, menjadi salah satu pusat perdagangan penting pada jalur sutera.
Tiongkok sebagai pusat dari rute perdagangan jalur sutera, baik melalui darat maupun laut, berinisiatif untuk menghidupkan lagi hubungan tersebut melalui kerja sama antara perpustakaan nasional negara-negara yang terletak di jalur sutera.
Pada 28 Mei 2018, Silk Road International Library Alliance (SRILA) terbentuk saat perwakilan 16 perpustakaan nasional dari setiap negara berkumpul di Chengdu, Tiongkok. Keenam belas negara tersebut, yaitu Bangladesh, Belarus, Brunei Darussalam, Bulgaria, Kazakhstan, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Qatar, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Tiongkok, Tunisia, Uzbekistan, dan Vietnam.
SRILA merupakan organisasi kerja sama perpustakaan internasional yang bersifat nirlaba, terbuka, inklusif dengan prinsip saling belajar dan saling menguntungkan untuk mewujudkan perdamaian. Saat ini, anggota SRILA telah mencapai 37 lembaga, yang terdiri dari empat perpustakaan di Tiongkok dan 33 perpustakaan negara di jalur sutera.
Sebagai pelopor, Perpustakaan Nasional Tiongkok telah menyelenggarakan berbagai kegiatan terkait kerja sama tersebut, seperti forum akademis, seminar, kunjungan, dan pelatihan. Tahun ini, konferensi pertama SRILA dilaksanakan secara virtual yang mengangkat tema Creating a New Future for the Community of Common Destiny for Libraries of the Belt and Road Countries.
Wakil Kepala Perpustakaan Nasional Tiongkok (NLC) Chen Ying menyatakan pengembangan aliansi perpustakaan negara-negara jalur sutera dapat dilakukan dengan tiga upaya. Pertama, mengoptimalkan mekanisme yang ada dan memperkuat konsensus. Hal ini dilakukan dengan memperbanyak instansi yang berkontribusi pada perkembangan SRILA, membentuk wadah untuk pertukaran profesional antaranggota aliansi, dan memperbanyak kesempatan pertemuan tatap muka antara anggota aliansi.
“Kedua, memperkuat citra asosiasi dan mempromosikan kerja sama seperti membentuk perpustakaan digital jalur sutera dengan mekanisme, data disediakan oleh anggota aliansi dan diolah metadatanya oleh NLC. Selain itu, penyelenggaraan seminar untuk pustakawan, kerja sama pengembangan sumber literatur terkait jalur sutera, dan pameran terkait literatur jalur sutera,” ujarnya pada Kamis (2/9/2021).
Ketiga, upaya yang dapat dilakukan dengan memperkuat kerja sama di bidang digital dan mempromosikan transformasi.
Chen mengutip pesan Presiden Tiongkok Xi Jinping yang menyatakan bahwa negaranya harus mengembangkan dan memperkuat kerja sama dalam bidang ekonomi digital, kecerdasan buatan, nano teknologi, komputer kuantum, dan mempromosikan pengembangan big data, cloud computing dan smart city, serta membangun jalur sutera digital pada abad ke-21.
Oleh karena itu, pada awal 2020, pemerintah Tiongkok mendukung NLC untuk membentuk sistem pintar perpustakaan nasional yang terdiri dari 30 perpustakaan berskala besar dan sedang di negara tersebut.
Sementara itu, Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Muhammad Syarif Bando mendorong pelaksanaan jalur sutera sebagai jalan penyebaran ilmu pengetahuan dunia. Dia menjelaskan, Indonesia merupakan wilayah penghasil rempah-rempah yang memasok pasar di seluruh dunia dengan komoditas di antaranya cengkeh, lada, jahe, kayu manis, dan pala. Oleh karena itu, rute perdagangan maritim dikenal juga sebagai jalur rempah.
“Pada masa itu, rempah-rempah menjadi produk penting terutama di bagian Eropa untuk masakan dan mengawetkan daging di musim dingin. Daya terik rempah memicu bangsa Eropa berlayar menemukan pulau rempah,” urai Syarif Bando dalam pidatonya yang disampaikan virtual.
Jejak sejarah terkait rempah tersebut cukup banyak terdokumentasikan oleh Perpusnas. Koleksi dengan tema tersebut, di antaranya tujuh gambar/foto, 13 artikel majalah langka, empat surat kabar internasional langka, dan 232 judul buku.
Selain itu, Perpusnas juga telah mendokumentasikan koleksi masa lampau yang dapat diakses secara daring melalui situs web Khastara. Situs web ini berisi koleksi naskah kuno, buku langka, peta, foto, gambar, lukisan, majalah, dan surat kabar langka.
Negara lain yang memberikan pidato pada konferensi SRILA yaitu Rusia, Arab Saudi, Qatar, dan Singapura. Konferensi kedua SRILA rencananya diselenggarakan di Qatar.