Sonora.ID - Pemerintah kembali mengatur subjek dan objek penerima fasilitas yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor ataupun perolehan Barang Kena Pajak (BKP) tertentu yang sifatnya strategis.
Hal ini dilakukan sebagai wujud pelaksanaan dari Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2020 mengenai Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 mengenai Impor dan / atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Berdasar hal tesebut pengaturan kembali tersebut meliputi penambahan subjek penerima fasilitas yaitu Kontraktor Engineering, Procurement and Construction (EPC) yang sedang melakukan pekerjaan konstruksi terintegrasi.
Baca Juga: Talkshow Smart FM Pekanbaru Kupas Insentif Pajak
Dalam hal ini, kontraktor EPC mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atas mpor atau penyerahan mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas.
Namun hal ini tidak termasuk suku cadang yang digunakan secara langsung oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam proses menghasilkan BKP.
Selanjutnya mengenai penambahan liquefied natural gas sebagai objek yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.
Baca Juga: Catat! Begini Cara Mudah Membayar Pajak di Samsat Subang
Selanjutnya yaitu mengenai perluasan definisi mesin dan peralatan pabrik termasuk unit pembangkit listrik yang merupakan bagian terintegrasi dari industri pengolahan yang memiliki izin usaha penyediaan listrik.
Serta penambahan ketentuan bahwa biaya penyambungan listrik dan biaya beban listrik termasuk dalam pengertian listrik yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
Direktur Penyuluhan , Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Neilmaldrin Noor mengungkapkan bahwa selain pengaturan kembali subjek dan objek yang mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, ketentuan baru ini juga mengatur tata cara pemberian fasilitas yang dibebaskan dari pengenaan PPN serta pembayaran PPN BKP strategis tertentu.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan kemudahan dalam berusaha dan dalam pemberian kepastian hukum.
Pemberian fasilitas yang dibebaskan dari pengenaan PPN yang diatur dalam ketentuan baru ini memiliki rincian yang meliputi Tata cara pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atas impor atau penyerahan mesin dan peralatan pabrik menggunakan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPN, dengan PKP mengajukan SKB PPN kepada Direktorat Jenderal Pajak melalui Sistem Indonesia National Single Window (SINSW).
Selain itu, yaitu mengenai perubahan mekanisme penerbitan SKB PPN yang semula manual menjadi otomasi, simplifikasi, dan terintegrasi dengan sistem informasi pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), serta Lembaga National Single Window.
Baca Juga: Direktorat Jenderal Pajak Riau Gelar Pajak Bertutur 2021
Tata cara pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atas penyerahan Rumah Susun Sederhana Milik dengan mengintegrasikannya melalui sistem aplikasi pengembang pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, juga diatur dalam ketentuan baru ini.
Selain itu, juga termasuk tata cara pembayaran PPN BKP tertentu bersifat strategis yang telah dibebaskan dari pengenaan PPN yang digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan.
Ketentuan mengenai tata cara pemberian fasilitas dibebaskan PPN atas barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.03/2021 yang telah berlaku mulai tanggal 1 September 2021.
Baca Juga: Kebijakan PPKM Level 4 Turut Pengaruhi Pendapatan Pajak di Palembang