"Sebut saja keberadaan sejumlah perundangan seperti ITE, pencucian uang, pendanaan terorisme, hingga hak cipta yang cenderung memberikan posisi sulit bagi BSSN. Padahal peran BSSN ini bisa dioptimalkan termasuk dalam lelang di KPU terkait siber dan data misalnya yang bisa saja ditiadakan guna mencegah penyimpangan," tegasnya.
"Problematika tata kelola ini agak dilema. BSSN berdiri di mana posisinya? Ini kan sebenarnya BNPT-nya siber, koordinator, tim pembuat kebijakan dan tata kelola praktis. Di antaranya persoalan perasaan dalam melindungi dan menjaga dignity data yang belum sama," jelas Muradi.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI, M Farhan mengatakan, bahwa pihaknya merasa prihatin dan khawatir dengan keberlangsungan BSSN. Lembaga ini, menurut Farhan, seharusnya memiliki payung hukum yang kuat, karena BSSN sejatinya adalah benteng pertahanan siber.
"Tapi ini sepertinya tidak dianggap. Bahkan anggarannya dipotong kesannya kan dicuekin. Mereka cyber defence, tapi tidak difungsikan, akibatnya ya sekarang ini banyak kasus data yang bocor," kata Farhan.
Dalam webinar ini, juru bicara BSSN Anton Setiyawan tak menampik bahwa dengan kondisi seperti itu, pihaknya memang harus berkerja keras dalam menjalankan peran di sektor siber. Pihaknya pun berupaya menjalin kolaborasi.
Pihaknya pun menyambut baik opsi omnibus law ketahan siber. Karena itu akan mencakup sejumlah persoalan yang selama ini jadi atensi.
Diketahui, Pemerintah akan merancang Undang-Undang (UU) Omnibus Law bidang elektronik. Omnibus law merupakan metode untuk mengatur ulang beberapa UU ke dalam satu payung regulasi.
Aturan omnibus law bidang digital ini akan mengintegrasikan UU Perlindungan Data Pribadi, Rancangan UU Keamanan dan Ketahanan Siber, UU Tindak Pidana Pencucian Uang, dan peraturan sektoral lainnya.