Professor yang juga menjabat sebagai Guru Besar Hukum International di Universitas Indonesia ini mengatakan bahwa Amerika Serikat saat ini tidak memiliki dana yang mencukupi untuk membuat negaranya sebagai negara adidaya.
Sehingga, Amerika Serikat memutuskan untuk melakukan bagi beban untuk menjaga keamanan Indo-Pasifik melalui Australia.
Australia yang memang negara monarki bentukan Inggris membuat negara tersebut tidak luput dari keterlibatan dalam kemitraan AUKUS.
Lalu, apa yang salah dari hadirnya kemitraan AUKUS?
Baca Juga: BPS Catat Nilai Ekspor Indonesia Bulan Agustus 2021 Mencapai 21,42 Miliar Dolar AS
Hikmahanto menganggap bahwa kemitraan AUKUS ini melanggar perjanjian non-proliferation, yaitu perjanjian yang melarang suatu negara dengan pengetahuan nuklir untuk menyebarkan ilmunya ke negara-negara tanpa pengetahuan tersebut.
Menyanggah pelanggaran tersebut, pihak Australia mengatakan bahwa kapal selam bertenaga nuklir ini hanya sebatas kapal dengan bahan baku nuklir.
Tetapi, Hikmahanto tidak sepakat dengan sanggahan tersebut.
Menurut penuturannya, kapal selam merupakan salah satu peralatan militer. Tidak mungkin sebuah kapal selam tidak digunakan sebagai salah satu senjata untuk berperang.
Oleh karena itu, Hikmahanto mengkhawatirkan kapal selam tersebut menjadi sebuah senjata yang diluncurkan ketika Australia sudah tidak memiliki cara lagi untuk melawan dominasi dari China.
Baca Juga: Gubernur BI Sebut Aliran Masuk Modal Asing dari Juli - 16 Agustus 2021 Mencapai 2 Miliar Dolar AS