Sonora.ID - Masyarakat di Asia Tenggara saat ini sedang ramai memperbincangkan ancaman dari penyerangan senjata nuklir yang dipicu oleh kemunculan kemitraan baru di Indo-Pasifik.
Kemitraan baru yang dinamai sebagai AUKUS ini melibatkan peran Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.
AUKUS ini muncul akibat adanya pembuatan kapal selam bertenaga nuklir oleh Australia.
Kemunculan kemitraan tersebut membuat Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D., turun tangan untuk menanggapi perihal AUKUS melalui radio Sonora FM pada hari Rabu (22/09).
Baca Juga: Mengenal Irene Nikkein, Perempuan Indonesia yang Jadi Direktur Rolls-Royce
Hikmahanto mengatakan AUKUS adalah bentuk dari kerjasama Amerika Serikat, Inggris, dan Australia dalam menjaga keamanan dan pertahanan.
Meskipun AUKUS ini disebut sebagai kemitraan untuk keamanan dan pertahan, tetapi secara tersirat ide pembentukan dari kemitraan tersebut adalah untuk menghadapi ancaman dari China.
Berdasarkan penurutan Hikmahanto, China saat ini memiliki kekuatan yang besar dalam bidang ekonomi dan militer. Kekuatan tersebut membuat China ingin mendominasi Kawasan Indo-Pasifik.
Oleh sebab itu, Amerika Serikat maju sebagai penyeimbang agar kekuatan dominasi dari China tidak memengaruhi negara-negara lain.
Hal ini juga disetujui oleh para sekutu Amerika Serikat seperti Australia, Jepang, dan sebagainya menurut Hikmhanto.
Baca Juga: BPS: Neraca Perdagangan Indonesia Agustus 2021 Surplus 4,74 miliar dolar AS
Professor yang juga menjabat sebagai Guru Besar Hukum International di Universitas Indonesia ini mengatakan bahwa Amerika Serikat saat ini tidak memiliki dana yang mencukupi untuk membuat negaranya sebagai negara adidaya.
Sehingga, Amerika Serikat memutuskan untuk melakukan bagi beban untuk menjaga keamanan Indo-Pasifik melalui Australia.
Australia yang memang negara monarki bentukan Inggris membuat negara tersebut tidak luput dari keterlibatan dalam kemitraan AUKUS.
Lalu, apa yang salah dari hadirnya kemitraan AUKUS?
Baca Juga: BPS Catat Nilai Ekspor Indonesia Bulan Agustus 2021 Mencapai 21,42 Miliar Dolar AS
Hikmahanto menganggap bahwa kemitraan AUKUS ini melanggar perjanjian non-proliferation, yaitu perjanjian yang melarang suatu negara dengan pengetahuan nuklir untuk menyebarkan ilmunya ke negara-negara tanpa pengetahuan tersebut.
Menyanggah pelanggaran tersebut, pihak Australia mengatakan bahwa kapal selam bertenaga nuklir ini hanya sebatas kapal dengan bahan baku nuklir.
Tetapi, Hikmahanto tidak sepakat dengan sanggahan tersebut.
Menurut penuturannya, kapal selam merupakan salah satu peralatan militer. Tidak mungkin sebuah kapal selam tidak digunakan sebagai salah satu senjata untuk berperang.
Oleh karena itu, Hikmahanto mengkhawatirkan kapal selam tersebut menjadi sebuah senjata yang diluncurkan ketika Australia sudah tidak memiliki cara lagi untuk melawan dominasi dari China.
Baca Juga: Gubernur BI Sebut Aliran Masuk Modal Asing dari Juli - 16 Agustus 2021 Mencapai 2 Miliar Dolar AS