Terlebih keberadaan keluarga baru merupakan faktor yang tidak bisa dikontrol dan dampaknya terasa pada jumlah rumah yang mampu pemerintah bangun.
Hambatan kedua adalah jumlah target unitnya.
“Jumlah target unitnya yang besar tentu membutuhkan alokasi yang besar pula. Sementara itu ada keterbatasan pendanaan atau alokasi pemerintah masih relatif minim,” jelas Herry.
Guna menanggulangi kendala tersebut, Kementerian PUPR mengajak pemangku kepentingan seperti swasta agar tidak selalu bergantung pada subsidi pemerintah.
Faktor penghambat eksternal ketiga berkaitan dengan harga tanah yang semakin mahal.
Baca Juga: KG Media Salurkan Hasil Penggalangan 17-an se-Indonesia kepada Rumah Harapan Melanie
Berdasarkan penjelasan Herry, harga tanah yang semakin mahal ini berdampak pada lokasi rumah yang semakin jauh dari pusat kota.
“Butuh perhatian bagaimana program ini bisa mewujudkan rumah yang lebih dekat dengan kota yang notabenenya tanah di kota lebih mahal,” tuturnya.
Strategi yang ditempuh oleh Kementerian PUPR dalam menyikapi hal tersebut adalah dengan memperpanjang tenor, yang awalnya 20 tahun menjadi 30 tahun agar para pembeli dapat membeli rumah yang semakin meningkat dan mampu mencicil sesuai dengan kesanggupannya.
Garis besarnya adalah bagaimana menciptakan rumah yang lebih murah, utamanya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Faktor keempat berangkat dari sisi kepastian.
Baca Juga: Kabar Baik! Kasus Covid-19 di Provinsi Sumsel Terus Melandai