Sonora.ID - Seperti yang sudah diketahui bahwa berinvestasi merupakan kegiatan tinggi risiko dan membuat para investor harus memiliki strategi-strategi investasi yang baik.
Strategi-strategi tersebut terdiri dari lump sum strategy dan dollar cost averaging (DCA).
Kedua strategi ini dapat diimplementasikan pada segala bentuk instrumen investasi, baik itu saham, obligasi pemerintah, reksa dana, atau pun forex.
Tetapi, investor harus memahami risk profile milik mereka terlebih dahulu sebelum memilih kedua strategi ini.
Baca Juga: Jangan Takut Berinvestasi, Ini Tips Sukses Berinvestasi di Masa Pandemi Covid-19
Mengapa risk profile diperlukan saat memiliki lump sum strategy atau dollar cost averaging?
Berdasarkan penuturan Ryan Filbert yang sudah berkecimpung lama sebagai Inspirator Investasi, kedua strategi ini memiliki risiko-risiko yang harus dihadapi di kemudian hari oleh para investor.
Melalui program Smart Market Insight, Ryan mengatakan bahwa lump sum strategy dengan modal awal yang besar dapat membawa kerugian besar jika investor tidak melakukan strategi tersebut di waktu yang tepat.
Baca Juga: 4 Tips Mudah dalam Berinvestasi ala Inspirator Investasi Ryan Filbert
Bursa efek yang tidak menentu dapat membuat investor salah dalam memperhitungkan kemungkinan dari instrumen yang mereka miliki saat berinvestasi dengan lump sum strategy.
Kerugian ini tentu akan menjadi beban berat karena modal yang dikeluarkan sudah sangat besar, sehingga terdapat kemungkinan bahwa investor tersebut tidak dapat lagi melakukan investasi.
Meskipun begitu, lump sum strategy memiliki return yang cukup tinggi jika dilakukan secara tepat oleh para investor. Menurut Ryan, strategi ini menghasilkan best price yang sesuai dalam jangka waktu 15-20 tahun.
Baca Juga: Strategi Investasi di Dunia Cuma Ada 4! Catat Penjelasan dari Pakar
Berlawanan dengan lump sum strategy, dollar cost averaging (DCA) ini dapat memberikan risiko yang lebih kecil terhadap para investor.
Investor dengan strategi dollar cost averaging tidak membutuhkan analisa pasar yang belibet untuk bisa diimplementasikan saat berinvestasi.
Selain itu, dollar cost averaging ini dapat dilakukan secara berkala dan cocok bagi para investor dengan penghasilan yang tidak tetap.
Hasil yang diberikan oleh dollar cost averaging juga dinilai lebih efektif jika dilakukan saat timing yang tepat. Timing ketika harga reksadana atau saham sedang turun dapat memberikan kesempatan para investor untuk membeli instrumen-instrumen tersebut dengan harga murah.
Baca Juga: Tujuan Beirnvestasi Jangka Pendek dan Panjang: Jangan Sampai Kecewa!
Tetapi, hasil return yang didapat sudah pasti tidak akan sama besarnya dengan lump sum strategy yang memiliki risiko tinggi.
Pada dasarnya, kedua strategi ini tidak ada yang lebih baik atau buruk untuk dilakukan karena lump sum strategy dan dollar cost averaging memiliki return dan risiko yang berbeda.
Oleh karena itu, sesuaikan risk profile Anda dengan strategi yang ingin dipilih ketika berinvestasi.
Pilihlah strategi dollar cost averaging jika Anda memiliki risk profile konservatif karena lebih minim risiko.
Berlawanan dengan itu, pilihlah lump sum strategy ketika Anda memiliki risk profile agresif.
Baca Juga: Penipuan Berkedok Investasi Ilegal Dipengaruhi Rendahnya Literasi Keuangan