Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulsel Bambang Priono menyebut, mulai 2019, Pemkot Makassar telah mengajukan permohonan penerbitan sertifikat untuk 150 bidang tanah.
Dari total pengajuan tersebut, pihaknya baru menyelesaikan 40 bidang tanah. Pihaknya menarget seluruhnya akan selesai dalam waktu dekat.
"Tanah dalam kondisi sengketa dan perkara biasanya dengan penghuni atau pihak yang mencoba mengklaim tanah. Oknum ini mencari peluang karena dia lihat negara duitnya ada. Mereka bisa memenangkan di Pengadilan dengan bukti yang mereka rekayasa, agar untung dari kejahatan tersebut," sebut Bambang.
Baca Juga: Tanah Berkeadilan untuk Rakyat, Prorgam Pemerintah yang Kamu Wajib Tahu!
Ia mengakui, sengkarut permasalahan aset di Sulsel sebagian besar terjadi di Kota Makassar. Hal itu lantaran, pemerintah daerah kurang memprioritaskan inventarisasi asetnya.
Untuk itu, ia mengimbau pemerintah daerah proaktif mendaftarkan dan mengajukan sertifikat kepada BPN apabila melihat potensi asetnya akan bersengketa di kemudian hari.
"Kalau sudah dicatat, baru pemerintah daerah harus giat mendaftarkan dan mengajukan sertifikat kepada BPN Kota atau kabupaten. Jangan setelah dikawal KPK baru sibuk semua Pemda ngurus asetnya. Padahal Pemda dinyatakan kaya kalo asetnya tercatat dengan jelas," pungkas Bambang.
Baca Juga: Urai Kemacetan, Pemkot Makassar Usul Jembatan Kedua di Barombong
Sementara, Pakar Hukum Agraria Universitas Hasanuddin, Prof Farida Patittingi tak menampik, masalah tanah ini cukup rumit. Sebab, hukum tanah di Indonesia masih menganut hukum adat dan masih sangat tegas.
"Hukum pertanahan mengakui adanya hukum adat sebagai dasar penguasaan dan pemanfaatan tanah yang diatur secara konstitusional. Masyarakat perlu memahami hal tersebut, utamanya ketika ingin memperoleh kepastian hukum atas kepemilikan tanah dan hak yang harus dimiliki untuk melakukan pendaftaran tanah," imbuhnya.