Godel bang ini dikurbankan dengan tujuan untuk memohon keselamatan warga Desa Bunutin. Anak sapi ini merupakan simbol kesucian, sebelum dipotong anak sapi diupacarai dan kemudian dituntun mengelilingi area pura sebanyak tiga kali.
Diceritakan, konon Pura Langgar didirikan Raja Bunutin Ida I Dewa Mas Blambangan yang masih kerabat Kerajaan Blambangan, Banyuwangi.
Kerajaan Bunutin diambil alih puteranya, I Dewa Mas Blambangan. Beliau mendadak sakit dan tak bisa disembuhkan dalam kurun waktu 5 tahun. Adik kandungnya I Dewa Mas Bunutin, merasa prihatin kemudian berinisiatif melakukan ritual khusus memohon petunjuk, melalui perantara balian (dukun) didapat wangsit untuk membuat pelinggih berupa langgar di Merajan Agung, sebagai pemujaan Tuhan Allah. Begitu Langgar dibangun Raja pun sembuh.
Realitas ini menyiratkan karakter dasar masyarakat Bali menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama. Memang trauma pasca bom Bali tak bisa dimungkiri masih terasa, namun hal itu tak menghilangkan karakter dasar mayarakat Bali yang sangat toleran. Hal lain yang bisa menggambarkan tolerasi antara Muslim dan Hindu berjalan dengan baik di Bangli, Bali.
Ahmad Munjin Nasih asal Malang, Ketika berkunjung ke Masjid Jami Bangli untuk sholat Ashar, mengatakan bahwa dirinya menemukan fakta menarik bahwa lantunan Al Qur’an dikumandangkan melalui pengeras suara masjid 15 menit sebelum adzan sholat Ashar. Sebuah kondisi yang mengingatkan dirinya dengan suasana masjid-masjid di Jawa.
Dan ia mengungkapkan bahwa Pura langgar, mestinya menjadi sumber inspirasi bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan toleransi antar umat beragama. Semoga perdamaian terus tercipta di negeri ini.