Bali, Sonora.ID - Pura Langgar berlokasi di Desa Bunutin Kabupaten Bangli, 32 km dari Kota Denpasar, Bali. Disebut Pura Langgar karena di dalam Pura terdapat langgar (mushala) tempat ibadah umat Islam. Bisa dikatakan ini satu-satunya di dunia, karena dalam satu tempat menyatu dua tempat ibadah dua agama berbeda.
Di pura ini pengunjung muslim bisa melaksanakan sholat, meski tak di dalam langgar sesungguhnya. Pihak pura melengkapi beberapa fasilitas ibadah seperti tempat wudhu, sajadah, dan tempat sholat.
Perpaduan dan keharmonisan bagi kedua umat di sini, dapat dilihat tatkala hari upacara persembahyangan bagi umat Hindu di Bali yang bertepatan dengan hari Islam atau jatuh pada hari Jumat.
Pura ini emang unik, bahkan Pura ini juga menjadi cikal bakal penyebaran Agama Islam di Bali. Bahkan pura yang dikenal dengan nama Pura Langgar juga dikenal dengan sebutan nama Pura Dalem Jawa.
Baca Juga: Video Santri Tutup Kuping Dinyinyiri, Ustad Hilmi Firdausi : Teriak Toleransi Tapi Masih Suka Julid
Arsitektur dan pernak-pernik dari bangunan pura ini memiliki kemiripan dengan tempat ibadah agama Islam. Selain itu, Pura Langgar ini terletak di atas kolam yang dihiasi dengan bunga-bunga teratai yang menawan.
Sama seperti pura pada umumnya yang memiliki fungsi sebagai tempat untuk upacara atau pemujaan. Namun, Pura Langgar memiliki sedikit perbedaan, dimana banten upacara atau sesajen yang digunakan untuk persembahan tidak diperbolehkan menggunakan daging babi, melainkan hanya daging ayam dan itik.
Pemotongan hewan kurban seperti yang biasanya dilakukan oleh umat Islam saat Hari Raya Idul Adha juga dilakukan disini. Tetapi pelaksanaannya bertepatan pada Tilem (bulan mati) sasih Kawulu, yaitu disekitar bulan Februari tepat 1 bulan sebelum perayaan Hari Raya Nyepi.
Hewan yang dijadikan kurban merupakan godel bang, yaitu anak sapi berwarna merah. Anak sapi ini harus jantan dan belum ditusuk hidungnya.
Baca Juga: Wapres KH Maruf Amin : Terowongan Istiglal dan Katedral Simbol Toleransi
Godel bang ini dikurbankan dengan tujuan untuk memohon keselamatan warga Desa Bunutin. Anak sapi ini merupakan simbol kesucian, sebelum dipotong anak sapi diupacarai dan kemudian dituntun mengelilingi area pura sebanyak tiga kali.
Diceritakan, konon Pura Langgar didirikan Raja Bunutin Ida I Dewa Mas Blambangan yang masih kerabat Kerajaan Blambangan, Banyuwangi.
Kerajaan Bunutin diambil alih puteranya, I Dewa Mas Blambangan. Beliau mendadak sakit dan tak bisa disembuhkan dalam kurun waktu 5 tahun. Adik kandungnya I Dewa Mas Bunutin, merasa prihatin kemudian berinisiatif melakukan ritual khusus memohon petunjuk, melalui perantara balian (dukun) didapat wangsit untuk membuat pelinggih berupa langgar di Merajan Agung, sebagai pemujaan Tuhan Allah. Begitu Langgar dibangun Raja pun sembuh.
Realitas ini menyiratkan karakter dasar masyarakat Bali menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama. Memang trauma pasca bom Bali tak bisa dimungkiri masih terasa, namun hal itu tak menghilangkan karakter dasar mayarakat Bali yang sangat toleran. Hal lain yang bisa menggambarkan tolerasi antara Muslim dan Hindu berjalan dengan baik di Bangli, Bali.
Ahmad Munjin Nasih asal Malang, Ketika berkunjung ke Masjid Jami Bangli untuk sholat Ashar, mengatakan bahwa dirinya menemukan fakta menarik bahwa lantunan Al Qur’an dikumandangkan melalui pengeras suara masjid 15 menit sebelum adzan sholat Ashar. Sebuah kondisi yang mengingatkan dirinya dengan suasana masjid-masjid di Jawa.
Dan ia mengungkapkan bahwa Pura langgar, mestinya menjadi sumber inspirasi bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan toleransi antar umat beragama. Semoga perdamaian terus tercipta di negeri ini.