Sonora ID - Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development INDEF Abra Talattov menyampaikan kekhawatirannya akan kemampuan demand Indonesia dalam mengikuti supply skema transisi Energi baru dan Terbarukan (EBT) yang direncanakan oleh pemerintah.
“Di dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 79 tahun 2014, dijelaskan bahwa kita punya target (EBT) 23% pada tahun 2025. Tetapi, disini secara spesifik disebutkan “sepanjang keekonomiannya terpenuhi”” jelas Abra dalam Webinar “Energi Terbarukan: Sudut Pandang Supply-Demand, Keterjangkauan Tarif, Reliability dan Akses,” Kamis (21/10/21)
Menurutnya, pemerintah tidak boleh menutup mata atas kapasitas yang dimiliki negara dan PLN dalam mendukung transisi energi EBT.
“Konsensus global kita hormati, tetapi national security dan interest tetap harus menjadi landasan utama dalam menyusun strategi jangka menengah dan jangka panjang,” jelas Abra. “Kita tidak ingin cepat tapi tidak selamat, mending Alon Alon asal selamat”
Strategi transisi dia harapkan tidak berdasarkan ambisi besar belaka melainkan sesuai dengan kondisi dan situasi sekarang.
Dalam 9 tahun terakhir, Indonesia nyatanya sudah mengalami over surplus dengan rata rata 25%.
“Jika menggunakan asumsi BPP tenaga listrik tahun lalu sebesar Rp 1.348 per kWh, maka over supply tahun 2020 mencapai 120 triliun. Ini menjadi potensi pemborosan,” ungkapnya.
Baca Juga: Wamenkeu: Energi Baru Bukan Lagi Menjadi Pilihan, tapi Masa Depan