Sonora.ID – Jalan karier seseorang memang tidak bisa diduga. Passion, talenta, mimpi, dan kesempatan yang tidak bisa dilepaskan begitu saja, ada banyak hal yang menjadi alasan di balik setiap keputusan yang tidak saling membentuk garis linier.
Giring Ganesha, figur publik yang awalnya dikenal sebagai musisi dari band Nidji, kini pun menempati posisi Pelaksana Tugas (Plt.) Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia. Fenomena terjunnya sosok dari kancah hiburan ke politik memang bukan hal yang baru di tanah air.
Namun, berbeda dari kebanyakan aktor, aktris, atau musisi yang memilih untuk berkontestasi sebagai anggota legislatif atau kepala daerah, Giring memiliki ambisi yang lebih tinggi, yakni menjadi kepala negara.
Tiga tahun ke depan, ialah yang akan diusung oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai calon presiden.
Baca Juga: Terkait Banjir DKI, Giring: Gubernur Anies Tidak Punya Kapabilitas Mengelola Jakarta
Hal ini diungkapnya dalam wawancara bersama Pemimpin Redaksi Kompas.com, Wisnu Nugroho, dalam siniar (podcast) BEGINU. “Gua punya mimpi, masih punya mimpi one day I’m going to be statesman atau negarawan dan memimpin negara ini,” ucap Giring.
Sepanjang tahun 2021, agendanya tengah disibukkan dengan tur dari satu daerah ke daerah lain di seluruh Indonesia bersama kader PSI lainnya. Ia merasa semakin optimis ketika mengetahui bahwa tren survei elektabilitas PSI dari berbagai lembaga yang semakin hari kian menampakkan hasil positif.
Walau kuat di media sosial, Giring mengatakan bahwa PSI masih memiliki pekerjaan rumah yang cukup besar dalam membangun infrastruktur partainya. Oleh karena itu, berbagai upaya sedang digalakkannya dalam rangka meningkatkan militansi struktur partai baru ini agar berhasil mencapai mimpi besar yang tidak lain adalah kemenangan di tahun 2024.
“Kalau kita mau menang di 2024, perjuangan kita sekarang karena kita faktanya PSI kan bukan partai yang punya banyak uang gitu. Kita aja masih pakai urunan masyarakat kan. Jadi the only way, ya kerjanya harus dari sekarang,” sebut Giring.
Baca Juga: '4 As', Prinsip Etos Kerja untuk Capai Kesuksesan ala Sandiaga Uno
Menjadi Musisi Versus Memimpin Partai
Rutinitas Giring sebagai musisi dari band ternama hingga kini menjadi pimpinan partai tentu mempunyai banyak perbedaan. Dahulu, segala urusan dan agenda telah terpola secara ketat antara manggung dan istirahat.
Walau aktivitasnya sebagai Ketum sama-sama melibatkan tur keliling kota, ia mengakui jadwalnya sekarang justru lebih padat dan minim istirahat. Dalam sehari, Giring dapat mengisi lima hingga tujuh acara, seperti Kopdarwil, pelantikan, atau kunjungan UMKM.
Beruntungnya, dengan bekal pengalamannya selama 15 tahun menjadi musisi, Giring merasa sudah terbiasa dan tidak lagi lelah ketika dihadapi dengan agenda yang padat tersebut.
Dalam BEGINU, Giring juga berbicara soal perbedaan keistimewaan yang diterimanya saat menjadi bintang di industri musik dengan politisi.
“Kalau jadi anak band kan ya previlege-nya banyak. Kayak ngomongin tentang kalau naik pesawat pasti dikasihnya business class,” paparnya. Keistimewaan tersebut tidak selalu ia temui ketika bertugas sebagai Ketum.
“Tapi bagi gua ini perjuangan, bro. Ya happy karena ada tujuan, kan. Tujuan besarnya adalah melihat lebih banyak lagi anak muda dan juga orang-orang baik masuk ke dalam parlemen dan melakukan perbaikan,” imbuhnya.
Baca Juga: Sisi Lain Birokrasi: Menginap di Rumah Warga sampai Blusukan Elektronik
Melibatkan Perasaan
Selain berbagai perbedaan tersebut, selama menjadi politisi, Giring menemukan bahwa perasaan bukan lagi hal yang perlu dilibatkan. Berbanding terbaik dengan proses kreatifnya sebagai pekerja seni yang justru membutuhkan pendekatan melalui perasaan dan pengalaman pribadi.
Menurutnya, mengandalkan logika adalah strategi terbaik dalam menghadapi berbagai permasalahan di perpolitikan. Termasuk dalam menanggapi berbagai respons dari pihak-pihak yang tidak sejalan dengannya.
“Gua sebagai ketua umum, ya enggak bisa bro baper-baperan. Ketika orang menghujat, menulis sesuatu, terus ada yang mau mengancam mau bunuh dan lain-lain ya... you cannot see it, kita enggak bisa melihatnya dari ‘waduh, harus dibawa perasaan’ karena begitu dibawa perasaan pasti cara kita ngeliat dan nge-judge semuanya jadi pasti jadi buyar,” tutur pria kelahiran 14 Juli 1983 tersebut.
Cerita ini dikutip dari episode ke-12 siniar BEGINU season dua yang bertajuk Giring Ganesha, Nidji, Laskar Pelangi dan Mimpi Politisi. Selengkapnya, simak bincang-bincang Giring tentang perjalanan dan bagaimana ia bergulat dengan mimpi-mimpinya untuk menaklukkan dunia serta bagaimana laskar pelangi mengubah hidupnya.
Dengarkan episodenya di Spotify dengan cara klik ikon di bawah atau mengunjungi https://bit.ly/S2312Beginu_A.
Baca Juga: Kunjungi Banjarmasin, Giring Ganesha : Anak Muda Coblos Nomor 2