Batam, Sonora.Id - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Hasto Wardoyo, mengatakan berencana itu keren. Karena itu, kehamilan harus direncanakan dengan baik. Kehamilan yang berencana akan menekan prevalensi stunting di Indonesia.
"Anak-anak yang lahir stunting merupakan kesalahan anak muda," ujar Hasto Wardoyo saat berbicara pada seminar "Peran Perguruan Tinggi dalam Percepatan Penurunan Stunting", di Universitas Batam, Kota Batam, Kepulauan Riau, Selasa (02/11/2021).
Dalam kunjungan kerja dua hari di Kota Batam, Kepala BKKBN juga melakukan peluncuran program "Mahasiswa Peduli Stunting" (Penting).
Disaksikan oleh Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, juga dilakukan penandatanganan komitmen bersama perguruan tinggi pada percepatan penurunan stunting, penandatangan naskah kerjasama antara perwakilan BKKBN Kepri dengan perguruan tinggi se-Kepri, dan penandatangan naskah kerjasama antar Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan KB dengan RS Graha Hermine dan RS Jasmin.
"Siapa penentu kesejahteraan bangsa ini? Penentunya adalah mahasiswa, remaja, anak muda. Namun karena mereka tidak menjaga jarak kelahiran dan banyak memiliki anak, maka mereka akan melahirkan anak stunting," ujar Hasto.
Hasto mengingatkan jangan sampai terjadi "jendela peluang" dalam bonus demografi justru menjadi beban pembangunan. Namun demikian, dia mengakui bahwa membangun SDM Indonesia yang maju dan berkualitas masih dihadapkan pada banyak kendala.
Salah satunya prevalensi stunting yang saat ini mencapai sekitar 27 persen dan adanya gangguan mental emosional pada anak muda. "Dari 100 mahasiswa akan ada mahasiswa yang sulit dikoordinir, atau juga dihadapkan pada persoalan napza (narkotika, psikotropika, dan obat terlarang)," ujar Hasto.
Hasto juga menegaskan bahwa masyarakat harus paham dengan pengertian stunting. "Stunting pasti pendek. Tapi orang pendek bukan berarti stunting."
Hasto mengatakan stunting menyebabkan anak akan memiliki tinggi badan tidak sesuai dengan seharusnya. "Secara genetik harusnya orang tersebut akan bisa memiliki tinggi 179 cm. Tapi gara-gara sakit dan gizinya kurang, mengakibatkan stunting, maka tingginya tidak sampai 179 dan IQnya tidak bagus," tutur Hasto.
Penanganan atau pola asuh yang kurang tepat pada 1000 hari pertama kehidupan dinilai dapat menimbulkan stunting pada anak yang dilahirkan. "Ada 2 juta balita terancam kurus. Kalau kurus selama dua bulan tidak naik, bisa jadi balita itu akan stunting," ujar Hasto.
Hasto mengatakan, untuk mencapai target 14 persen stunting di Indonesia pada 2024, dibutuhkan penurunan stunting 5 persen setiap tahun. Untuk itu dibutuhkan percepatan.
Upaya percepatan ini harus dilakukan secara masif. Hal ini karena saat ini beberapa capaian yang terkait dengan stunting terindikasi menghambat percepatan penurunan stunting. Sebagai contoh kasus anemia pada perempuan yang mencapai 36,1 persen, 33,5 persen wanita usia subur hamil dengan risiko kurang energi kronik.
Masih berdasarkan data Riset dan Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sebesar 22,6 persen bayi lahir dengan panjang kurang dari 37 cm, hingga lahir sebelum waktunya sebesar 29,3 persen. Sementara bayi dengan berat badan saat lahir kurang mencapai 11,7 persen, dan lahir prematur 29,5 persen.
Hasto meminta agar prakonsepsi mendapat perhatian serius pasangan yang akan melangsungkan pernikahan.
"Pre wedding bisa mencapai 50 sampai 100 juta rupiah dan itu bisa dilakukan. Tapi untuk prakonsepsi yang hanya lima puluh ribu rupiah saja banyak terbaikan mereka," ujar Hasto.
Prakonsepsi adalah perawatan sebelum terjadi kehamilan dengan rentang waktu tiga bulan hingga satu tahun sebelum konsepsi.
Hasto mengingatkan prakonsepsi penting agar anak yang dilahirkan terhindar dari stunting. "Kalau anemia, kualitas sel telur jelek. Pria perokok juga memiliki sperma yang tidak bagus. Semua ini bisa menyebabkan stunting pada anak yang dilahirkan," ujar Hasto.
Hasto meminta agar 75 hari sebelum bulan madu, pria sebaiknya mengurangi merokok agar sperma menjadi sehat. Ini karena sperma dibuat 75 hari sebelumnya. Setidaknya dibutuhkan 20 juta sperma sehat dalam 1 cc untuk mampu membuahi sel telur.
Demikian juga perempuan hendaknya mempersiapkan diri 90 hari sebelum bulan madu. "Mereka agar memeriksa hemoglobin (HB), asam folat. Karena itu, 1000 hari pertama kehidupan penting," ujar Hasto.
Hasto mengingatkan ada masa kritis 56 hari atau sejak pembuahan sampai delapan minggu di mana sepanjang periode itu organ-organ tubuh bayi berproses terbentuk. Pada minggu ke delapan organ tubuh bayi sudah lengkap terbentuk di dalam kandungan sehingga tidak bisa lagi diintervensi.
"Motorik, bicara hingga logika ditentukan sebelum 24 bulan. Kalau lewat itu tidak bisa dikoreksi. Stunting is stunting. Saat itu otak sudah tidak banyak berkembang," ujar Hasto.
Hasto mengatakan, dalam periode itu seorang ibu harus ekstra hati-hati dalam menjaga kehamilannya. "Kalau ibu minum obat 'tetracyclin' dalam periode awal pembuahan hingga delapan minggu akan menyebabkan gigi anak nantinya berwarna coklat. Kalau minum obat dengan kandungan antasida untuk mengatasi mual, anak yang dilahirkan bisa mengalami bibir sumbing," terang Hasto Wardoyo.
Baca Juga: Kepala BKKBN: 1000 Hari Pertama Kehidupan Bayi Perlu Dikawal Untuk Cegah Stunting
Anak dengan kondisi stunting dianjurkan mendapat perawatan maksimal agar memiliki keterampilan yang baik, meski tinggi badan berhenti pada tinggi tertentu dan intelektualnya terbatas. "Untuk berkompetisi memang akan sulit mereka," tandas Hasto.
Anak yang dilahirkan dengan kondisi stunting, menurut Hasto, akan mudah mengidap penyakit hipertensi, stroke hingga jantung setelah usia 45 tahun. Hal ini bisa dicegah dengan melakukan diet yang tepat dan asupan gizi yang seimbang.
Sementara itu Rektor Universitas Batam, Prof. Chabullah Wibisono, pihaknya akan menerjunkan mahasiswa untuk ikut mendampingi keluarga agar kasus stunting di Kelurahan Belian tertangani dan menurun.
Untuk percepatan penurunan stunting, BKKBN bersama perguruan tinggi telah menggulirkan program 'Mahasiswa Peduli Stunting'. Mereka akan ditempatkan di desa selama enam bulan dan mendapat 29 SKS (Satuan Kredit Semester).
Kepedulian mahasiswa terhadap stunting sebagai
proyek kemanusiaan, menurut Hasto, dilandasi oleh sebuah MoU tentang Komitmen Pakta Integritas.
Pernikahan dini juga dinilai sebagai salah satu pemicu meningkatnya prevalensi stunting di Indonesia. Karena itu, pernikahan dini harus dicegah.
Hasto lebih jauh mengatakan pengetahuan mampu merubah 'mindset' dan perilaku seseorang. "Orang yang memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas, bisa lebih aman," jelas Hasto.