Menyoroti masih rendahnya cakupan vaksinasi kelompok rentan, Nadia menyatakan bahwa kesadaran masyarakat dan literasi vaksinasi di Indonesia masih harus ditingkatkan.
Setelah COVID-19 berubah menjadi penyakit endemis, maka kepatuhan protokol kesehatan dan cakupan vaksinasi sangat diperlukan untuk hidup berdampingan dengan virus tersebut.
“Upaya pengendalian pandemi butuh kepatuhan, dukungan, kesadaran masyarakat. Kebijakan gas dan rem, yaitu membuka dan mengetatkan peraturan diberlakukan di banyak negara dengan kearifan lokal masing-masing negara, tidak hanya di Indonesia. Jadi upaya-upayanya memang harus dilakukan bersama,” ujar Nadia.
Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Masdalina Pane menjelaskan bahwa proses mutasi pada virus sudah berlangsung cukup lama, yang harus diperhatikan adalah bagaimana varian baru tidak tersebar antar negara.
Baca Juga: Belum Kelar Delta, Kini Muncul Varian Virus Corona Mu yang Disebut Kebal Vaksin Covid-19
Mutasi, dikatakannya, adalah proses adaptasi virus ketika masuk ke tubuh inang dan akan terus dilakukan sampai menuju kestabilan, melemah, atau bermutasi kembali.
“Jadi yang paling harus diwaspadai adalah masuknya varian-varian pertama,” ujar Masdalina.
Ia mengambil contoh varian Delta yang memiliki tingkat penularan dan penyebaran lebih tinggi daripada varian lainnya, di mana 1 kasus dapat menularkan pada 6-8 orang. Di banyak negara, kasus varian Delta turun sendiri atau disertai intervensi masing-masing negara, setelah 8-14 minggu. Virus tersebut tidak hilang, melainkan melemah atau bermutasi lagi.
“Kita tidak boleh fokus hanya pada herd immunity karena meski sudah tinggi dan vaksinasi sudah baik, tapi masih memungkinkan terinfeksi,” tambahnya.
Baca Juga: Awas! Muncul Lagi Varian Baru Virus Corona Mu yang Disebut Kebal Terhadap Vaksin