Sonora ID - Pertumbuhan ekonomi Indonesia (PDB) pada kuartal-III 2021 turun dari kuartal sebelumnya. Bahkan pencapaian tersebut berada di bawah konsensus para analisis.
Banyak reaksi pesimis terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diraih. Pemulihan ekonomi mulai melambat jadi topik pembicaraan yang hangat.
Apakah dengan pencapaian ini berarti ekonomi Indonesia “madesu” (masa depan suram)? Bukankah itu angka tersebut adalah hasil dari masa lalu?
Baca Juga: Dorong Pemulihan Ekonomi, Kemenkumham Sulsel Kaji Ijin Tinggal Penanam Modal Asing
Ekonomi Tumbuh 3,51%
Ekonomi Indonesia pada kuartal-III 2021 tumbuh 3,51% dibanding 2020 (year-on-year/yoy) dan turun dari kuartal sebelumnya sebesar 7,07%. Angka ini pun lebih rendah dari konsensus sebesar 3,7%.
Dari sisi produksi, jasa kesehatan dan kegiatan sosial mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 14,06% yoy. Dari total PDB kuartal-III, 66,42% dari industri, pertanian, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan.
Sementara itu, dari sisi pengeluaran komponen ekspor barang dan jasa tumbuh sebesar 29,16%, merupakan pertumbuhan tertinggi. Dari total PDB kuartal-III 83,54% dari konsumsi rumah tangga dan investasi.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2021 mengalami peningkatan di hampir seluruh wilayah, kecuali di Pulau Bali dan Nusa Tenggara yang turun 0,09%. Pulau Jawa dengan kontribusi sebesar 57,55 persen mencatat pertumbuhan sebesar 3,03 persen.
PDB adalah indikator penting ekonomi karena menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pertumbuhan PDB juga jadi indikator investor asing yang ingin berinvestasi ke Indonesia. Jika pertumbuhan ekonomi bagus, aliran dana asing bisa mengalir ke pangkuan bumi pertiwi.
Jadi pertanyaannya apakah dengan PDB yang turun jadi sinyal ekonomi Indonesia mulai mandek?
Baca Juga: Bank Indonesia Revisi Pertumbuhan Ekonomi Global 2021 Jadi 5,7 Persen
Covid Terkendali dan Vaksinasi Jadi Kunci
Pelaku yang membuat ekonomi Indonesia kuartal-III jatuh adalah meledaknya COVID-19 yang membuat pemerintah memberlakukan PPKM ketat. Hal ini membuat roda ekonomi Indonesia mandek karena moblitas masyarakat jadi terbatas.
Saat ini, kasus COVID-19 (Coronavirus Disease-2019) di Indonesia sudah melandai. Indonesia pun dianggap mampu mengendalikan penyebaran virus yang berasal dari Wuhan tersebut.
Karena kasus COVID-19 makin terkendali, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (Centers for Disease Control and Prevention/ CDC) memberikan status level 1 kepada Indonesia per tanggal 25 Oktober 2021. Artinya, tingkat risiko Indonesia sudah dianggap rendah.
Di pulau Jawa dan Bali, sekarang sudah tidak ada daerah dengan status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4. Bahkan di pusat ekonomi Indonesia, Jakarta, sudah dilabeli PPKM level 1.
Berdasarkan data covid.go.id, per Sabtu (06/11/2021) kasus baru harian COVID-19 bertambah 401 kasus, sehingga jumlah kasus terkonfirmasi sebesar 4,25 juta. Jumlah kasus aktif turun 236 kasus menjadi 10,979.
Vaksinasi terus dikebut oleh pemerintah untuk mencapai target herd immunity pada awal tahun 2022. Mengacu data our world Indonesia, hingga 5 November 2021 rata-rata vaksinasi dalam tujuh hari di Indonesia mencapai 1,68 juta. Trend vaksinasi ini pun terus meningkat dari tiap bulannya.
Baca Juga: Pandemi Belum Berakhir, Pertumbuhan Ekonomi Mulai Meningkat
Menurut data covid.go.id, jumlah orang yang sudah di vaksin (minimal dosis satu) sudah mencapai 124,16 juta orang atau kurang lebih setara 44,8% dari total jumlah penduduk Indonesia.
Tingkat COVID yang terkendali dan vaksinasi yang terus bertumbuh berdampak pada PPKM yang semakin longgar. Hal ini membuat mobilitas masyarakat Indonesia pun semakin meningkat.
Mobilitas masyarakat secara garis besar sudah mulai membaik di kuartal-IV 2021. Hal ini ditandai dengan tiga tempat sudah berada di area positif kecuali pusat transportasi umum.
Sementara itu pusat transportasi masih berada di area negatif, namun terus berangsur membaik. Terbatasnya hari libur panjang dan jadwal keberangkatan moda transportasi yang terbatas jadi faktor kenapa tempat ini masih di level negatif.
Baca Juga: Sri Mulyani Prediksi Ekonomi Kuartal 3 - 2021 Tumbuh Hingga 5 Persen
PMI dan Inflasi Indonesia Bertumbuh
Salah satu indikator lain yang memberikan sinyal baik di awal kuartal-IV ini adalah PMI Manufaktur yang tembus rekor dan inflasi yang bertumbuh.
Aktivitas manufaktur Indonesia mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah indeks ini diacatat pada Oktober 2021 didorong oleh permintaan yang pulih. Mengacu survei IHS Markit, aktivitas manufaktur (PMI Manufaktur) Indonesia pada bulan Oktober tercatat 57,2, dari bulan September 52,20.
Aktivitas manufaktur Indonesia bulan Oktober bertumbuh dengan baik karena ditopang permintaan keseluruhan yang menguat. Hal ini tak lepas dari pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dalam upaya menekan COVID-19.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data inflasi Indonesia pada Oktober 2021 sebesar 0,12 dari bulan ke bulan (month-to-month/mtm). Pertumbuhan inflasi ini membuat inflasi tahunan menjadi 1,66% dari tahun ke tahun (year-on-year/yoy).
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya seluruh indeks kelompok pengeluaran. Naiknya harga beberapa komoditas turut mendrong inflasi Oktober 2021.
Baca Juga: Pemerintah All Out Kejar Pertumbuhan Ekonomi 5,2%-5,8% di Tahun 2022
Kuartal-IV Pertumbuhan Ekonomi Membaik, Saham Apa Pilihannya?
Melihat trend positif dari mobilitas masyarakat, kami optimis pertumbuhan ekonomi di kuartal-IV akan membaik. Indikasi awal adalah meningkatnya permintaan bar yang mendorong PMI dan inflasi yang bertumbuh.
Perlu diketahui, sekitar 60% PDB Indonesia merupakan konsumsi rumah tangga. Sehingga konsumsi di hilir atau end user memiliki pengaruh.
Sebagai informasi konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran atas barang dan jasa untuk tujuan konsumsi. Dalam hal ini rumah tangga berfungsi sebagai pengguna akhir (final demand) atas berbagai jenis barang dan jasa yang tersedia di dalam suatu perekonomian.
Selain itu, tingginya harga komoditas andalan ekspor Indonesia seperti sawit bisa mendorong pertumbuhan PDB Indonesia.
Jika kita berbicara sektor apa yang diuntungkan dari kondisi ini, maka perbankan jawabannya. Kinerja sektor perbankan seirama dengan pertumbuhan ekonomi karena berkaitan dengan aliran dana masyarakat baik untuk usaha maupun konsumsi.
Selain itu, perbankan besar seperti BCA, BRI, Mandiri, dan BNI memiliki kapitalisasi pasar yang besar sehingga bisa menjadi pilihan asing untuk berinvestasi di Indonesia.
Saham pilihan Emtrade di sektor perbankan untuk investasi jangka panjang adalah BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI.
Ditulis oleh Tim Emtrade
Baca Juga: Sri Mulyani: APBN Mampu Menahan Laju Kontraksi Pertumbuhan Ekonomi Nasional 2020