Sonora ID - IHSG tangguh dua hari berturut-turut mencatatkan rekor harga tertinggi sepanjang masa, walaupun setelahnya menyusut. Di saat yang bersamaan inflasi AS jadi terpanas selama tiga dekade alias 30 tahun.
Ketika inflasi naik tinggi, akan berpotensi jadi sentimen negatif buat pasar keuangan karena lekat dengan kenaikan suku bunga. Dampak yang dirasakan pasar emerging market seperti Indonesia adalah outflow.
Lalu kenapa IHSG malah kuat? Bahkan asing mencatatkan net buy pada tanggal 11 & 12 November 2021. Ada fenomena apa? Bagaiamana proyeksi IHSG ke depan?
Inflasi Amerika Serikat (AS) Oktober dilaporkan tumbuh 6,2% year-on-year (yoy), naik dari bulan sebelumnya sebesar 5,4% yoy. Angka tersebut berada di atas ekspektasi analis sebesar 5,8% yoy.
Sementara itu di hari yang sama, IHSG ditutup di level 6.691 pada Kamis (11/11). Itu naik 8,19 poin atau 0,12 persen dibanding Rabu (11/11) kemarin.
Sebagai informasi, indeks sempat menembus all time high di level 6.704 pada pagi ini. Namun nilainya tergerus ke 6.671 pada penutupan sesi satu perdagangan.
Melansir data RTI, pelaku pasar asing mencatatkan net buy di semua pasar sebesar Rp 246 miliar.
Kemudian, pada perdagangan hari ini, rekor kembali tembus rekor harga tertinggi atau all time high (ATH) di level 6.714. Namun menyusut dan ditutup di level 6.651 dengan net buy di seluruh pasar sebesar Rp 343 miliar.
Selain Indonesia, pasar Asia juga merespon positif data inflasi negeri Paman Sam seperti China, Jepang, dan Hong Kong.
Euforia pasar ekuitas Asia tak lepas dari pernyataan Federal Reserves (The Fed) yang tetap menahan kenaikan suku bunga rendah (0,0%-0,25%) hingga waktu yang ditentukan. Diperkirakan akan ditahan pertengahan sampai akhir 2022.
The Fed masih sabar melihat kenaikan inflasi. Ini karena bank sentral negara adidaya tersebut meyakini bahwa tingginya inflasi yang terjadi saat ini hanya bersifat sementara (transitory).
Inflasi Paman Sam didorong oleh meningkatnya komponen energi dan mobil bekas. Komponen ini dianggap The Fed memberikan efek sementara terhadap inflasi.
Baca Juga: Investor Kalsel Capai 33 Ribu, Pasar Modal Indonesia Tumbuh Positif