Terakhir, ia menjadi bagian dalam pameran seniman perempuan di museum bergengsi, Mori Art Museum di Tokyo, Jepang.
Ia telah menunjukkan keteguhan dalam berkarya meskipun jauh dari spotlite dan ingar-bingar ketokohan dalam seni rupa. Meski demikian ia masih terus menjalankan panggilan hidupnya sebagai seorang seniman.
“Lebih menarik lagi, Ia juga menunjukkan beragam cara untuk bertahan dan bernegosiasi dengan politik medan seni dan wacana seni rupa, untuk terus berkarya dan merawat pemikiran dan gagasannya,” kata Alia.
Sementara itu, Alia juga menunjukkan bagaimana Hermanu menggerakan ekosistem seni di Indonesia mulai akhir 1980-an hingga sekarang dengan praktik kerjanya di Bentara Budaya Yogyakarta.
Kerja-kerja kuratorialnya bisa menunjuk pada semangat dekolonisasi praktik seni, yang tidak selalu berpijak pada pengetahuan Barat, tetapi mengembangkan wacana yang berbasis pada tradisi dan pengetahuan lokal.
“Selain itu, Bentara Budaya Yogyakarta juga menjadi ruang perkembangan yang penting bagi seniman-seniman Yogyakarta baik sebagai ruang pertemuan sosial maupun sebagai ruang diskusi untuk membicarakan visi dan gagasan estetika baru,” kata Alia.
Biennale Jogja XVI Equator #6 2021 sendiri ditutup setelah 40 hari penyelenggaraannya. Kegiatan yang panjang ini diselenggarakan di empat lokasi, yaitu Jogja National Museum (JNM), Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Museum dan Tanah Liat (MdTl), dan Indieart House.
Baca Juga: Dana Kemanusiaan Kompas Kembali Bantu Warga Yogyakarta Terdampak Pandemi