Makassar, Sonora.ID - Peneliti Senior Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Patria Artha, Bastian Lubis mendorong Komisi Pemberantan Korupsi (KPK) memeriksa seluruh kepala daerah di Sulsel yang menerima hibah bantuan keuangan (bankeu) dari Pemprov Sulsel.
Hal tersebut sebagai buntut kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Sulsel non aktif Nurdin Abdullah.
Menurut Bastian Lubis, sebelumnya dua Kepala Daerah yakni mantan Bupati Bulukumba dan Bupati Sinjai disinyalir mendapat fee dari hibah bantuan keuangan Pemprov Sulsel era Nurdin Abdullah.
"Yang harus diperiksa ini adalah seluruh kepala daerah di Sulsel yang mendapat hibah bantuan keuangan dari Pemprov. Dua sample kepala daerah yang diduga menerima fee dari hibah bantuan keuangan. Jadi itulah sebenarnya bukti sample mewakili semua," ujar Bastian Lubis di Makassar.
Ia juga mengatakan, KPK dalam kasus ini menembak satu objek saja. Padahal, ia meyakini sebagian besar kepala daerah di Sulsel mendapat fee dari pengerjaan proyek seperti kesaksian terpidaha Agung Sucipto beberapa waktu lalu.
"Harus dihabisin semua kepala daerah. Saya rasa seluruh kepala daerah yang dapat hibah akan kena. Karena perbuatan korupsi tidak berdiri sendiri. Kalo daetahya tidak mau terima pasti tidak akan terjadi," jelasnya.
Baca Juga: Tuntutan JPU Disebut Terlalu Berat, Pengacara NA Siapkan Materi Pledoi
Di sisi lain, Bastian yang juga mantan auditor ahli BPKP pusat ini menilai tuntutan yang diberikan kepada Nurdin Abdullah sangat ringan.
Harusnya, Nurdin Abdullah dituntut penjara di atas 12 tahun. Sebab, perbuatan Nurdin Abdullah adalah murni tindak pidana korupsi yang dilakukan secara sadar. Tanpa ada unsur politik sedikitpun.
Apalagi, Nurdin Abdullah pernah menerima penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) pada tahun 2017 lalu.
"Mengapa 12 tahun karena dia sudah tau itu namanya korupsi, dia sudah pernah dapat penghargaan dari KPK, sadar tidak sadar, dia sadar apa yang dilakukan adalah murni tindak pidana korupsi," tegasnya.
Diketahui, Nurdin Abdullah dituntut dua pasal sekaligus terkait suap dan gratifikasi. Pertama yakni pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Kemudian Pasal 12 B, Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Baca Juga: Pulau Barang Caddi Gelap Gulita, Camat Sangkarrang Sebut Ini Jadi Masalah