Pontianak, Sonora.ID - Presiden Joko Widodo telah resmi mengundangkan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 pada tanggal 29 Oktober 2021.
Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) disusun dengan pertimbangan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian, perlunya strategi konsolidasi fiskal yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak.
Hal tersebut berkaitan melalui penerapan kebijakan peningkatan kinerja penerimaan pajak, reformasi administrasi perpajakan, peningkatan basis perpajakan, penciptaan sistem perpajakan yang mengedepankan prinsip keadilan dan kepastian hukum, serta peningkatan kepatuhan sukarela wajib pajak.
Suliswanto, Asisten Penyuluh Pajak KPP Pratama Kubu Raya mengatakan ada sekitar lima tujuan dari diterbitkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Setidaknya ada enam asas yang mendasari diterbitkannya UU HPP ini yaitu, ada asa keadilan, asas kesederhanaan, asas efisiensi, asas kepastian hukum, asas kemanfaatan, kemudian asas kepentingan nasional. Dari ke enam asas itu dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan dari diterbitkannya UU HPP ini adalah; meningkatkan pertumbuhan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian, mengoptimalkan penerimaan negara, mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum, untuk melaksanakan reformasi administrasi kebijakan perpajakan yang konsolidatif dan perluasan basis pajak, serta meningkatkan sukarela dari Wajib Pajak,” jelasnya dalam sesi Talkshow Sonora, Rabu, 24 November 2021.
Yang membedakan undang - undang HPP dengan undang - undang pajak lainnya yaitu satu diantaranya dalam bidang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mengatur penggunaan NIK (Nomor Induk Karyawan) sebagai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) pribadi.
Baca Juga: Kantor Pajak Siak Gelar Cerdas Cermat Perpajakan se-Kabupaten Siak
“Jadi dengan UU HPP ini bagi wajib pajak orang pribadi itu tidak perlu lagi melakukan pendaftaran NPWP karena NIK itu sudah berfungsi sebagai NPWP, jadi tujuannya itu untuk mengintegrasi basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan, untuk mempermudah wajib pajak orang pribadi melaksanakan pemenuhan hak perpajakannya demi kesederhanaan administrasi dan kepentingan nasional,” tutur Zaki Muhammad.
Fungsional Penyuluh Pajak yang juga hadir pada Talkshow Sonora bersama KPP Pratama Kubu Raya, dengan tema “Pengenalan Undang - Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Di dalam Undang - Undang HPP ini juga terdapat Perubahan tarif PPh OP yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan serta mengedepankan keberpihakan Pemerintah terhadap masyarakat berpenghasilan menengah kebawah.
Di mana pada pasal ini, batasan bawah untuk penghasilan yang dikenakan pajak yang awalnya berjumlah 50 juta rupiah naik menjadi 60 juta rupiah dan batasan atas tarif yang sebelumnya hanya maksimal di angka 30% ditingkatkan menjadi 35% dengan penghasilan di atas 5 miliar rupiah.
Sementara itu dalam bidang PPN yang diatur dalam undang - undang HPP ini juga terdapat Program Pengungkapan Sukarela dimana ada beberapa orang yang menyebutnya Tax Amnesty Jilid II.
Namun Zaki mengkonfirmasi informasi tersebut bahwasanya kedua program tersebut berbeda.
“Kondisi dan tarifnya berbeda, kalau dulu prosesnya rekonsiliasi, sementara DJP tidak punya data dan tarifnya rendah, siapapun bisa ikut tax amnesty. Sedangkan saat ini DJP sudah punya data, jadi sebaiknya wajib pajak yang belum melaporkan seluruh kewajibannya agar patuh, karena cepat atau lambat pasti ketahuan kewajiban kewajiban apa saja yang belum dilaporkan oleh wajib pajak,” tambah Zaki.
Baca Juga: Presiden RI Sahkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan