Sonora.id - Industri hulu migas masih dibutuhkan meskipun energi baru terbarukan akan menjadi penopang dimasa mendatang.
Kebutuhan energi yang terus meningkat tanpa bisa dipenuhi sendiri, maka kesempatan negara untuk mendorong percepatan EBT tidak akan terjadi karena negara harus menggunakan anggarannya untuk impor.
Solusi menata industri hulu migas adalah adanya goodwill untuk menuntaskan RUU Migas yang saat ini sudah menjadi salah satu prioritas RUU di DPR.
Baca Juga: SKK MIGAS Berikan Penghargaan Kepada 5 Gubernur di area Sumatera Bagian Utara
“RUU Migas sudah masuk dalam prioritas yang akan diselesaikan oleh DPR. Penuntasan RUU Migas adalah dalam rangka memberikan kepastian berusaha mengingat sektor ini masih memberikan peranan penting sebagai penyedia energi dan sumber penerimaan negara. Hulu migas adalah kontributor devisa nomor tiga setelah batubara dan CPO. Migas dalam hal ini adalah gas yang sekitar 40% diekspor karena dalam negeri sudah tercukupi”, kata Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suprawoto dalam diskusi “Identifikasi faktor pendorong investasi hulu migas di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kementerian Investasi/BKPM di Bali (2/12).
Ahmad Munir Direktur Pemberitaan Perum LKBN antara yang menjadi salah satu pembahas pada FGD tersebut menyampaikan bahwa persoalan utama investasi hulu migas adalah political will.
"Salah satu political will yang berhasil diterapkan di Indonesia adalah sektor infrastruktur. Hal-hal terkait percepatan perizinan, aspek sosial, dan lainnya tidak cukup. Sampai saat ini good will untuk hulu migas belum kelihatan".
Baca Juga: SKK Migas dan Polda Jawa Barat Tandatangi Perjanjian Kerja Sama Teknis Pengamanan Aset Hulu Migas